"Just because you can't see it, doesn't mean it isn't there" - Laut bukan tempat sampah!

10/11/10

Suatu Hari Di Magelang - (Tour De Candi)

Kisah sebelumnya... (Cerita Dari Dieng, Day 3 (Tour De Candi))

Sekitar pkl. 10.00 WIB aku meninggalkan Dieng. Aku memilih duduk di belakang bus (mojok) supaya bisa tidur selama perjalanan. Maklum saja, semalam aku kurang tidur sehingga rasa lelah dan ngantuk begitu mendera. O ya, aku membayar Rp. 10 rebu *beuh..* untuk ongkos bus.

Hari ini, Rabu (15/9) adalah jadwal perjalananku menuju kota Yogyakarta. Karena rasa lelah yang amat sangat, aku sudah tidak tahu lagi sudah berapa lama tertidur dalam bus. Yang aku tau, saat terbangun bus sudah dalam kondisi penuh sesak dengan penumpang dan sudah berada di wilayah Kab. Wonosobo.

Walau masih ngantuk, kupaksakan diri untuk terjaga. Selang 20 menit, tiba-tiba kernet bus berteriak-teriak, tapi aku kurang jelas mendengar ucapannya. Dari balik kaca bus aku melihat banyak angdes berwarna kuning ngetem di pinggir jalan. Aku pun memutuskan untuk turun. Kemudian naik angdes kuning ke terminal bus.

Dari  terminal bus aku melanjutkan perjalanan menuju Magelang.
"Satu Bang," ucapku pada kernet bus sambil menyerahkan uang Rp. 20 rebu. Ongkos bus yang harus kubayar sebesar Rp. 18 rebu *beuh..*
"Setunggal?" tanya sang kernet.
"Satu Bang," kataku bingung sambil menatap si kernet.
"Setunggal?" sang kernet mengulangi lagi pertanyaannya.
"Satu," jawabku.
"Setunggal?"
Aku diam, kutunjukkan jari telunjukku padanya. Sang kernet mengangguk, lantas menyerahkan uang kembalian kepadaku sebesar Rp. 2 rebu. Belakangan aku baru tau bahwa setunggal = satu, hahaha... (maklum aku bukan orang Jawa, jadi nggak ngerti... ^_^ )

Sekitar pkl. 13.00 WIB, aku tiba di Magelang. "Masih siang... apa mampir dulu ke Borobudur ya? Sayang nih kalo nggak mampir, mumpung lagi di Magelang," pikirku.
Setelah menimbang-nimbang, aku pun memutuskan untuk mampir ke Borobudur. Baru saja aku naik ke dalam bus, hujan turun dengan derasnya...

Setelah kurang lebih satu jam perjalanan aku tiba di Borobudur. Hujan masih belum berhenti, tambah deras malah. Sepertinya kali ini cuaca kurang bersahabat. Aku pun memutuskan untuk singgah sebentar di sebuah rumah makan di terminal untuk makan siang. Laper cuy... sedari tadi aku hanya nyemil saja untuk menghindari masuk angin.

Saat sedang asyik makan siang, seorang tk. becak yang basah kuyup datang menghampiriku. Ia menawarkan padaku tempat untuk menginap. Ia menunjukkan sebuah kartu nama hotel yang bisa kuinapi dengan tarif antara Rp 150 ribu - Rp 250 ribu/malam. "Hmm... mungkin ni orang melihat backpackku kali ya makanya dia menawarkan tempat untuk menginap," batinku.

Dengan santai kukatakan padanya, aku ingin penginapan yang seharga Rp. 70 rebu, "Toh aku nggak niat nginep di Magelang," pikirku.
"Yah... kalo yang segitu nggak ada Mbak, ini kan masih libur lebaran. Semua harga naik Mbak," katanya memelas.
"Ya sudah kalau begitu," ujarku sambil melanjutkan makan.
Si tk. becak tampak berpikir. "Gini aja deh Mbak, nanti saya cariiin yang lebih murah dari yang ini, sekarang Mbaknya makan aja dulu."

Dua puluh menit kemudian, tk. becak itu menghampiri mejaku lagi dan menawarkan sebuah penginapan. Katanya, tarif di penginapan tersebut lebih murah dari yang tadi. "Kalo Mbak nggak berkenan dengan hotel ini nanti saya carikan lagi hotel yang lain," lanjutnya.
Aku diam mempertimbangkan perkataan sang tk. becak. Di luar hujan lebat masih mengguyur dan waktu sudah menunjukkan pkl. 14.00 WIB.
"Hmmm... kayanya hujannya bakalan awet nih," pikirku. Mataku tertuju pada sebuah bus jurusan Yogya yang baru saja parkir tak jauh dari tempatku duduk. Terlintas di benakku untuk meninggalkan Borobudur dan langsung menuju Yogya.

Tapi niat itu akhirnya kuurungkan. "Sayang kalo udah sampe sini nggak ke Borobudur, tanggung..." pikirku.
Akhirnya, aku setuju dengan perkataan tk. becak tadi. Lagipula, dengan perut yang kenyang, udara dingin, serta rasa lelah yang amat sangat membuatku ingin segera beristirahat dan tidur.  Kami pun segera bergerak menuju penginapan.

Tak sampai 10 menit, kami tiba di depan penginapan. Sejenak aku tertegun saat melihat penginapan ini... Tak disangka, tk.becak tadi telah membawaku ke tempat yang dulu pernah kuinapi. Aku jadi terkenang dengan kisah beberapa tahun yang lalu, saat aku dan dua orang sahabatku mengarungi Kali Elo (rafting) dan menikmati indahnya Borobudur bersama-sama... ^_^  bertiga, kami bermalam di penginapan ini. Aku pun memutuskan untuk menginap di penginapan ini. Sebelumnya aku memberi tips Rp. 10 rebu *beuh..* pada Si Tk. Becak.

Selepas maghrib aku keluar losmen untuk mencari makan malam. Berhubung losmen ini letaknya persis di depan Candi Borobudur, suasana di malam hari masih ramai. Di ujung jalan aku menemukan warung tenda Bebek Goreng Stupa Borobudur yang dipenuhi dengan pembeli. Penasaran, aku memesan bebek goreng di tempat ini. Rasanya? lumayanlah walaupun bebeknya kurang empuk... :p

Habis makan aku kembali ke penginapan. Baru saja ingin memejamkan mata, tiba-tiba aku mendengar ketukan di pintu kamar. Begitu kubuka, petugas losmen langsung menyapaku ramah. Ia menawariku berkeliling malam ini untuk melihat kegiatan canting atau semedi yang dilakukan oleh para biksu di tempat peribadatan penganut budha, dekat kompleks Candi Mendut. Setelah menimbang-nimbang, aku pun setuju. Kemudian ia memperkenalkanku dengan seorang tour guide.

Naik motor, aku dan tour guide pergi menuju tempat peribadatan. Setibanya di tempat tujuan, prosesi canting ternyata sudah selesai dilakukan, kami telat. Akhirnya, sang tour guide mengajakku ke Candi Mendut. Di dalam candi, aku melihat dua orang bule sedang melakukan semedi. Sang tour guide mempersilahkanku untuk melakukan hal yang sama, namun aku menolaknya dengan halus... ^_^

Patung buddha di dalam Candi Mendut (malam hari)

Pada perjalanan pulang, sang tour guide menawariku sebuah perjalanan tur ke Candi Selogriyo.
"Hah? Selogriyo, gue kok baru dengar ya nama candi itu?" kataku.
"Iya, memang masih banyak orang yang belum mengenal candi ini karena letaknya juga lumayan jauh, ada di atas bukit," tuturnya.
Ia melanjutkan, "Besok gue mau bawa bule Prancis dua orang, kita mau naik motor ke sana. Kalo lo mau ikut, nanti lo gue boncengin, jadi kita berempat. Gratis... gimana?" katanya lagi.

Okelah, aku setuju untuk ikut dengan Anas. Lagi pula aku belum pernah ke Candi Selogriyo dan yang terpenting... gratis cuy... hahahaha... ^_^
Sesampainya di penginapan, kami pun berpisah. Aku langsung merebahkan diri di kamar dan tedoorrr.... zzzzzz

Day 4, Kamis (16/9)

Pkl. 05.45 WIB, aku sudah berada di cafetaria penginapan, sarapan pagi dengan biskuit dan segelas teh manis anget, sambil menunggu sang tour guide. Tepat pk. 06.00 WIB, ia datang. Kemudian kami langsung berangkat ke sebuah hotel untuk menjemput bule-bule Prancis. Setelah berkumpul semua, kami berangkat menuju Candi Selogriyo.

Candi Selogriyo

Gerimis mengiringi perjalanan kami pagi itu, dinginnn... tapi kami terus tancep gas. Setelah 30 menit berkendara, gerimis berganti dengan hujan deras. Kami segera berteduh di depan sebuah rumah kosong. Saat hujan mereda, kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Kembang Kuning yang terletak di Dukuh Campurejo, Kec. Windusari, Kab. Magelang, Jawa Tengah.

Sekitar pkl. 07.30 WIB, kami tiba di Desa Kembang Kuning. Motor yang kami kendarai harus berjalan menanjak, melewati jalan perkampungan yang sempit. Tak berapa lama, kami tiba di ujung perkampungan. Motor pun dititipkan di rumah kepala desa.


Desa Kembang Kuning

Dari ujung perkampungan ini, aku melihat pemandangan yang luar biasa cantik. Sawah berbentuk terasering dengan padi yang berwarna kuning (siap panen) membentang luas di hadapanku.

Terasering, magnificent..^^

Pemandangan itu di perindah dengan bukit-bukit dan gunung-gunung yang menjulang tinggi di setiap sisi-sisinya, seolah siap melindungi padi-padi yang menguning itu dari sesuatu yang ingin merusaknya. Dari beberapa artikel yang aku baca, bagian barat Desa Kemang Kuning ini diapit oleh Gunung Sumbing, sementara di bagian timur berderet Gunung Merababu, Merapi, Andong dan Telomoyo.



Indah ya..

Narsis is my middle name.. ^^

Kami pun berjalan melewati jalan setapak yang berkelok-kelok yang masih terbuat dari tanah. Berjalan sejauh 2 km dan menanjak, tidak terasa berat untukku. Pasalnya, di kiri-kananku terbentang pemandangan yang very awesome... Hamparan terasiring persawahan yang di apit oleh bukit Condong, Giyanti dan Malang semakin membuatku terkagum-kagum.

Jalan setapak

Akhirnya, tibalah aku di ujung jalan. Di situ aku melihat sebuah gapura yang menjadi pintu masuk candi. Selanjutnya, aku harus meniti anak tangga yang lumayan bikin ngos-ngosan... :p  Setelah melewati sebuah rumah (penjaga candi) dan taman kecil yang kurang terurus, aku memasuki areal candi. Hmmm... pandanganku tertuju pada sebuah candi yang dikelilingi hamparan rerumputan... Candi Selogriyo...

Pintu masuk candi

Tangga menuju candi

Candi Selogriyo merupakan candi yang terletak di bukit Giyanti dan dibangun sekitar abad 9 M oleh umat hindu. Candi ini pernah mengalami longsor pada tahun 1998, makanya letak candi saat ini bukan letak sesungguhnya untuk menghindari longsor. Proses rekonstruksi candi ini selesai dilakukan pada tahun 2005. Oh ya Selogriyo itu mengandung arti rumah dari batu.

Candi Selogriyo

Sisi lain candi

Aku masuk ke dalam candi. Di dalam candi kosong. Sementara di bagian luar candi terdapat arca-arca yang semuanya sudah tidak berkepala lagi (Arca-arca itu adalah Durga Mahesasura, Ganesya, Agastya, Nandiswara, dan Mahakala). Bagian puncak candi berbentuk buah yang di sebut Amalaka. Yang bikin miris, di beberapa bagian candi tampak coretan, hasil karya orang-orang yang tidak bertanggung jawab, menghiasi dinding candi.... :'(

Arca yang kepalanya hilang, serta tembok candi yang penuh dengan coretan :(

Narsis forever ^^

Saat sedang menikmati keindahan candi, tiba-tiba beberapa anak muda dari desa setempat muncul. Mungkin sekitar 6-8 orang. Mereka pun meminta kami membayar @ Rp. 5 rebu *beuh..* untuk tiket masuk. Saat aku meminta bukti tiket masuk, salah satunya menyodoriku sobekan tiket dan di situ tertera Rp. 500 perak!... :p

Kemudian kami turun, meninggalkan candi dan kembali melewati indahnya terasering persawahan... Setelah membayar Rp. 5 rebu untuk parkir motor, kami pergi meninggalkan Desa Kembang Kuning.

Multi colour ^^

Hanya butuh waktu satu jam buat kami untuk tiba kembali di depan penginapan (sang tour guide ngebut sengebut-ngebutnya bawa motor... bikin gue sport jantung... :p). Di sini kami pun berpisah. Mereka bertiga akan melanjutkan tur mengunjungi desa-desa wisata yang ada di sekitar Magelang. Sementara aku, bergerak menuju penginapan untuk check out. Waktu menunjukkan pkl. 10.30 WIB.

Berhubung waktu check out sebenarnya pkl. 12.00 WIB, aku menitipkan backpack untuk sementara di penginapan supaya aku bisa melanjutkan jalan-jalan ke Candi Borobudur.

Jika kamu ingin bekpekeran ke Candi Selogriyo, Borobudur, dan sekitarnya, bisa membeli buku Journey To Amazing Sites , Pengarang: Ifa Abdoel, Penerbit: Elex Media Komputindo - Gramedia group. dalam buku tersebut terurai lengkap panduan tips backpacking ke Magelang, sarana akomodasi murmer, dan transportasi. Tak hanya itu, buku tersebut juga memuat perjalanan wisata ke tempat-tempat eksotik lainnya di Indonesia ala bekpeker.

Candi Borobudur

Untuk masuk ke dalam candi, aku harus membayar tiket masuk sebesar Rp. 30 rebu *beuh..* Candi Borobudur merupakan candi kebanggaan masyarakat Indonesia. Pasalnya, Borobudur merupakan candi terbesar di Indonesia. Mau tau lebih lengkap tentang candi ini? klik di sini.

Menuju Candi borobudur

Candi Borobudur

Tangga candi

Berhubung kali ini aku jalan sendiri, maka aku membawa serta tripod kesayanganku untuk membantuku memotret diri sendiri... hehehe... (walau bagaimana narsis harus tetap berlanjut... ^_^ )
Saat lagi narsis inilah beberapa orang memandangku dengan aneh... Mungkin mereka belum terbiasa melihat seorang cewek cakep narsis pake tripod... hahahaha... ^_^

Bahkan ada seorang bapak-bapak yang bertanya padaku, "Pake timernya berapa detik dek."
"Sepuluh detik Pak," ujarku.
"Wah, kelamaan tuh dek," katanya.
Aku diam saja, tidak meladeni jawabannya. "Ini kan otomatis Pak," batinku.
Saat aku sedang membereskan tripod, Bapak itu mendekatiku sambil menjinjing kamera SLR-nya. Melihat itu, aku langsung membalikkan badan dan kaburrrrrr... (kalo mo show off jangan di depan gue kaleeee.... :p)


Di depan stupa dan puncak Candi Borobudur

Thanks to my tripod ^^

Bagian dalam stupa

Yang membuatku prihatin dari candi ini adalah banyaknya arca yang tidak lagi memiliki kepala akibat penjarahan orang-orang biadabbb... yang hanya memikirkan keuntungan semata hicks... :'(
Belum lagi tingkah laku pengunjung yang seenaknya memanjat tembok candi demi berpose di sebelah arca... :'(

Arca-arca yang tidak memiliki kepala

Salah satu gambar relif candi

Sekitar pkl. 12.30 WIB, aku kembali ke penginapan untuk makan siang. Setelah itu, aku menyewa sepeda seharga Rp. 20 rebu/10 jam *beuh..* untuk membawaku jalan-jalan ke Candi Pawon dan Candi Mendut.  

Candi Pawon

Siang itu begitu terik. Hati-hati aku mengendarai sepeda. Rute menuju Candi Pawon dilalui oleh bus-bus besar yang berjalan kencang. Buat aku yang nggak jago-jago amat naek sepeda, rute ini amat mendebarkan... :'( Untungnya, aku tiba juga di depan Candi Pawon.

Candi Pawon

Candi Pawon terletak di tengah-tengah perkampungan/rumah penduduk. Sepi... tidak ada pengunjung lain selain aku. Tidak tampak gairah wisata di tempat ini... Seorang ibu-ibu pemilik toko souvenir berusaha menawarkan dagangannya padaku. Aku menolak dengan halus... Kalau mau tau lebih lengkap sejarah Candi Pawon, klik di sini.

Candi Mendut

Dari Candi Pawon aku menggoes sepeda menuju Candi Mendut. Jalanan menanjak dan deru bus-bus besar membuatku harus ekstra hati-hati. Walaupun semalam aku sudah mengunjungi candi ini, tapi aku masih penasaran seperti apa wujud candi ini di siang hari.

Dengan keringat yang bercucuran, tibalah aku di depan Candi Mendut, yang terletak di Desa Mendut, Kab. Magelang. Di siang hari, candi ini terlihat sangat cantik dan anggun... Di sebelahnya terdapat sebuah pohon beringin yang besar. Tanpa basa basi aku langsung mengabadikan candi ini. 

Candi Mendut

Tangga Candi Mendut

Candi Mendut merupakan bangunan suci umat beragama buddha. Mau tau lebih jelas tentang candi ini? klik di sini. Usai narsis di Candi Mendut dengan tripod, aku meninggalkan candi dengan tenaga yang masih tersisa... capeeeeee.... :p

Sekitar pkl. 15.30 WIB aku tiba di penginapan. Setelah mengembalikan sepeda, aku mengambil backpack yang tadi kutitipkan, kemudian pergi meninggalkan penginapan menuju kota persinggahanku berikutnya, Yogyakarta... Usai sudah perjalananku di Magelang. Rencana ke depan tampak jelas di depan mata untuk kembali ke tempat ini dan merasakan lagi derasnya Kali Ello... semoga bisa terwujud... amin...^_^

bersambung... Ke Yogya Ku Kembali - Day 4 & 5 (Tour De Candi)


Salam,
Ifa Abdoel

9 comments:

  1. salam kenal
    Wah ... mantap perjalanannya mba'

    ReplyDelete
  2. salam kenal jg wira... :)
    makasih yaa... jgn lupa baca cerita aku berikutnya yah... *ngarep*... ;))

    ReplyDelete
  3. hey, aku Anas Lotus Borobudur
    kok gak ada potoku?
    wah curang neh,hahahaha
    cehck my blog
    http://ananazadventure.blogspot.com

    ReplyDelete
  4. kok potoku gak ada seh?curang banget,wkakakak
    anas Borobudur

    ReplyDelete
  5. weleh.. anas pkbr bro? hahaha.. sory yaks foto lo ga gue pajang, abisnya ga indah dipandang mata.. hihihi.. piss ;))

    ReplyDelete
  6. Setelah sebelumnya menelusuri Kali Elo, Selanjutnya Kali Progo bisa menjadi pilihan lho kak ifa,, (Jeramnya lebih menantang katanya :O ) di Magelang juga ^^,

    #PengenKeMagelangLagiJuga :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. yeupp...denger2 sih kali progo emg wokeh bgt buat rafting... One day I'll try ^_^

      Delete
  7. Wah keren ceritanya... And pas banget sy juga mau ngesolo travelling ke karimun-dieng-magelang-jogja next mei..Btw apa nama penginapan yg di magelang mba ifa? Thank's
    Good blog ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih atas pujiannya :)
      nama penginapan dll-nya ada di buku saya, Journey To Amazing Sites.
      sy merasa senang sekali jika mas fery membeli buku tsb di TB Gramedia setempat.
      terima kasih :)

      Delete