"Just because you can't see it, doesn't mean it isn't there" - Laut bukan tempat sampah!

3/26/15

Cari Wangsit di Gumuk Pasir Parangkusumo?

Sebulan sebelumnya...
Mataku secara ketat mengawasi layar monitor komputer dihadapanku, mencari-cari tiket kereta api ekonomi tujuan Yogyakarta, and I got it ;)
Only IDR 100K untuk perjalanan PP: Jakarta - Yogya - Jakarta, very cheap rite? ^_^

and I call this journey is Bday Getaway.. ^_^
Yeup.. It was my bday when I did this trip, hehehe.. ^_^
and also solo backpacker again, after long time.. 
Yasud.. please enjoy my story.. ^_^

Me @ Gumuk Pasir ^^

Day 01 
Stasiun Senen & Kereta Ekonomi Progo
(07/03)

Waktu sudah menunjukkan pk. 21 malam saat aku melangkah keluar dari Halte TransJakarta Senen. Dari situ kulangkahkan kaki menuju Stasiun Senen yang berjarak sekitar 300 m. Beberapa kernet bus yang ngetem di pinggir jalan memanggil manggilku dan menawarkan jasa busnya, tapi aku terus berjalan.

Setelah kurang dari 10 menit jalan kaki, aku tiba di depan Stasiun Senen. Hm.. stasiun ini sudah mengalami banyak sekali perubahan. Tampilan gedungnya lebih bagus, modern, bersih, dan rapih. Jauh berbeda dengan tampilan Stasiun Senen yang dahulu.

Dulu, aku enggan sekali naik kereta ekonomi karena merasa tak nyaman dengan kondisi stasiun dan kereta ekonomi itu sendiri. Sekali-kalinya naik kereta ekonomi pun karena terpaksa, hihihi.. (baca: Economic Train Jogjakarta - Jakarta.

Dan kini, kedua kalinya aku datang ke Stasiun Senen, dengan keyakinan bahwa stasiun ini pasti sudah mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, dan ternyata aku benar.. ^_^
Salut buat PT. KAI yang sudah bekerja keras membangun wajah perekeretaapian di Indonesia jadi lebih baik dari sebelumnya.. *dua jempol ^_^

Orang-orang yang sedang bergerombol,  berbaring, maupun duduk-duduk terlihat memenuhi halaman masjid maupun bahu jalan. Hm.. mungkin mereka sedang menunggu jemputan, atau menunggu kereta tiba, atau sedang bermalam? entahlah..

Aku terus berjalan melewati mesjid, toilet, mini market, dan berakhir di depan gate (gerbang) masuk stasiun. Seorang petugas yang berjaga disitu mengatakan bahwa aku harus menunggu dua puluh menit lagi agar bisa masuk ke dalam stasiun, baeklahh..
(FYI: Gate masuk stasiun baru di buka satu jam sebelum keberangkatan kereta).

Setelah menunggu, akhirnya pintu dibuka. Seperti biasa, pemeriksaan tiket dilakukan dengan mencocokkan KTP. Nama yang tertera di KTP dan tiket kereta harus sama.

Begitu berada di dalam stasiun, Kereta Ekonomi Progo yang akan aku naiki belum terparkir di peron. Alhasil, aku memilih untuk rebahan di lantai sambil menunggu datangnya kereta.. :p
(FYI: Setengah jam sebelum berangkat kereta baru tiba, jadi kita baru boleh masuk ke dalam kereta setengah jam sebelum kereta berangkat).

Lesehan di peron stasiun

Setengah jam kemudian, Kereta ekonomi Progo pun tiba. Aku masih santai, enggan berebut masuk dengan penumpang lain dan ternyata itu adalah kesalahan fatal!
Kenapa? karena aku jadi tidak bisa memilih tempat duduk di dekat jendela!.. hicks (-_-)

Penumpang yang menunggu kereta dan petugas KAI

Aku juga baru tahu kalo seat di ekonomi itu, yang duluan datang adalah yang berhak duduk di dekat jendela. Duduk deket jendela itu enak cuy, bisa senderan. Apalagi tempat duduk kereta ekonomi itu super tegak, bikin pegel leher. Untungnya aku membawa batal tiup leher, mayan dah ketolong pegelnya hihihi.. ;))
(FYI: Datanglah lebih awal agar bisa memilih duduk dekat jendela. Bawa bantal tiup leher biar ga pegel banget).

Tepat pkl. 23 malam, kereta bergerak meninggalkan Stasiun Senen. Malam itu tak banyak yang bisa kulakukan di dalam kereta, kecuali berusaha untuk tidur. Namun usahaku sia sia, walaupun bawa bantal leher, tetep aja aku ga bisa tidur nyenyak, merem 5 menit melek 10 menit, begituu terus hingga pagi menjelang.. *sigh

Day 2
Stasiun Lempuyangan - Terminal Giwangan
(08/03)

Dari balik jendela kereta kulihat sinar mentari mulai menerangi bumi. Beberapa kursi penumpang mulai terlihat kosong karena penumpangnya mulai turun satu persatu di stasiun-stasiun yang disinggahi kereta. Aku pun memutuskan untuk pindah tempat duduk yang ditinggal penghuninya, dekat jendela.

Rumah-rumah, sungai, ladang, hijaunya pepohonan, geliat penduduk desa, hamparan sawah yang beberapa diantaranya sudah menguning dan panen, terlihat jelas dari balik lensa mataku. Sementara di ufuk sana, matahari memancarkan sinar kuningnya, menembus langit biru, menciptakan gradasi warna orange, kuning, putih, biru, ah.. entah warna apa lagi, beautiful.. and I whispered to my self, happy bday.. ^_^

Tepat pkl. 07.10 WIB, kereta tiba di Stasiun Lempuyangan, meleset 15 menit dari jadwal seharusnya. Di stasiun aku membersihkan diri dan setelahnya, bergerak keluar area stasiun. Begitu berada di luar stasiun aku kebingungan harus melangkah kemana untuk menuju Halte TransYogya. Ini berarti sudah terlalu lama aku tidak mengunjungi Yogya.. *sigh

Penumpang dengan tertib, keluar dari Kereta Progo di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta

Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta di pagi hari

Dari depan stasiun aku bergerak ke arah kiri, melangkah terus sambil menolak beberapa tukang ojek yang menawarkan jasa mengantar ke Malioboro. Karena bingung, aku mencoba bertanya pada salah satu diantara mereka, tapi ia malah ribut menawarkan jasanya..:p

Sekitar 100 m dari gerbang stasiun, seorang tukang becak yang sudah terlihat renta, sedang duduk di atas tanah. Entah apa yang sedang dilakukannya. Aku mendekat dan bertanya pada bapak tua itu dimana letak Halte TransYogya. Sambil tersenyum ramah ia memberitahuku letaknya sambil menggambar peta di atas tanah gembur dihadapannya.

"Emangnya mau kemana?" tanya si bapak.
"Mau ke Giwangan Pak."
 "O.. kalo ke Giwangan mendingan naik bus aja, langsung dari sini (sambil menggambar peta di tanah-red). Nggak usah naik TransYogya, malah muter-muter. Kalo naik bus lebih cepat dan biayanya murah, cuma tiga ribu," tutur si bapak panjang lebar.

Oalahh.. baik banget nih bapak. Serta merta wajahku langsung berseri dan setelah mengucapkan terima kasih, aku pamit.. ^_^

Waktu menunjukkan pkl. 07.30WIB saat aku melangkah menyebrangi rel kereta api, menuju Stadion Kridosono. Di depan Stadion Kridosono, di bahu jalan yang ditumbuhi pepohonan rindang, aku menunggu Bus No. 02 tujuan Terminal Giwangan, sesuai arahan si bapak tadi. Tak harus menunggu lama, Bus No. 02 muncul dari balik tikungan jalan.

(FYI: Bus di Yogya tidak memiliki warna seragam. Yang warnanya seragam/sama hanya TransYogya, selebihnya warna warni. Bentuk busnya mirip metromini. Kebanyakan bus yang beroperasi sudah tua dan tidak memiliki kernet. Jadi, ongkos bus langsung dibayarkan ke supir bus).

Berhubung hanya sedikit penumpang di pagi itu, supir bus pun mengambil rute singkat (aka. motong jalan) agar lekas tiba di Terminal Giwangan. Oya, ongkos bus yang harus kubayar sebesar Rp 3 rebu *beuhh..

Perjalanan ke Gumuk Pasir

Waktu menunjukkan pkl. 08.20 WIB saat aku tiba di Terminal Giwangan. Sepii... hanya ada beberapa orang yang lalu lalang dan beberapa bus di dalam terminal. Toko-toko di sekitar terminal  masih banyak yang tutup.

Seorang bapak-bapak datang menghampiriku dengan senyum lebar. "Pasti calo nih," batinku.
Basa basi ia menanyakan tujuanku. Setelah tahu, ia menawarkan jasa ojek untuk mengantarku ke ring road, Jl. Paris. Katanya lebih cepat menuju Parangtritis lewat ring road daripada menunggu bus di Terminal Giwangan.

"Busnya lama datangnya kalo menunggu di sini," tukas si calo.
"Berapa ongkos ojeknya?"
"Dua puluh ribu. Nanti di Jalan Paris tinggal nunggu bus yang ke Parangtritis, ongkos busnya bayar aja sepuluh ribu," lanjutnya.

Aku menolak tawarannya dengan alasan mahal. Untungnya bapak itu tidak bersikukuh menahanku. Aku bergerak pergi meninggalkannya dan saat itu pula mataku tertuju pada sebuah bus tua berwarna hijau gonjreng dengan tulisan di kaca depan "Yogya - P. Parangtritis".
"Nah.. ini die bus nyang ane cari," aku sumringah ^_^

"Mau kemana Mbak? Mana alamatnya? Sini sini..," tutur supir bus dengan ramah saat aku datang menghampiri bus.
"Saya mau ke Gumuk Pasir Pak," kataku sambil duduk di bagian kursi bus paling depan.
"Pasir Gumuk kali," ujar si bapak sambil terkekeh, menertawakanku yang salah menyebut.
"O.. terbalik ya pak?" jawabku sambil nyengir.
Si supir kembali bertanya, "Yang tempat syuting itu kan?"
Huahh.. legaa.. ternyata dia tahu yang aku maksud ^^
Sambil mengiyakan aku menanyakan tarif bus yang harus kubayar. Katanya, Rp 15 rebu *beuhh..

Setelah menunggu penumpang memenuhi bus, sekitar 15 menit, akhirnya bus menggelinding meninggalkan terminal. Waktu masih menunjukkan pkl. 08.45 WIB.
(FYI: Jika ingin ke Parangtritis dengan menggunakan bus TransYogya, kamu bisa turun di Halte Sugiono 1, bus TransYogya-nya No. 2A, jadi tidak perlu turun di Terminal Giwangan. Dari depan halte Sugiono 1 ada bus menuju Parangtritis).

Begitu bus memasuki area luar kota Yogya, hamparan sawah hijau jadi pemandangan yang memesona mata. Aku berusaha untuk terus terjaga di sepanjang perjalanan, padahal kantuk mulai datang mendera.

Akhirnya, setelah berkendara sekitar 1,5 jam, bus tiba di pintu gerbang wisata Parangtritis. Penumpang bus hanya tersisa 4 orang (termasuk aku).
"Mbaknya mau ke Pasir Gumuk kan ya?"
Aku mengiyakan cepat.
"Gini aja, nanti Mbak saya antar ke sana, tinggal nambahin lima ribu aja. Kasian Mbaknya kalo kesana sendiri," tutur pak supir.
Hah?.. baek beutt nih supir. Mataku kembali berbinar senang ^_^

"Di sini ada dua pasir gumuk Mbak," lanjut sang supir. "Ini dia salah satunya," sambil menunjuk pada gundukan pasir setinggi  5 - 7 m yang berada persis di pinggir jalan. Di situ terlihat beberapa orang remaja pria asyik bermain sand boarding.

Sand boarding adalah olahraga yang memang sengaja diciptakan oleh anak-anak muda kreatif Parangtritis yang memanfaatkan fenomena alam di sekitar mereka, yakni gundukan pasir tinggi, yang dipakai sebagai wahana luncur. Dengan menggunakan papan luncur yang diikat dikaki, mereka meluncur dari atas gundukan pasir ke bawah, mirip olahraga skate board.

Sand board. Papan seluncur di pasir.

Cari Wangsit?

Kemudian bus menggelinding kembali dan berbelok di jalan beraspal yang diujungnya tertera papan petunjuk dengan tulisan dan tanda panah "Pantai Depok". Dua orang penumpang turun di sini. 

Bus kembali melaju, tiba-tiba terdengar sebuah teriakan dari arah belakang bus. Seorang pria paruh baya bertanya pada supir, kemana bus akan pergi. Supir pun menjelaskan bahwa ia hendak mengantarku ke Gumuk Pasir terlebih dahulu, setelah itu baru menuju Terminal Parangtritis.

Sedetik kemudian, ada sebuah suara dari arah belakangku, "Mbak mau ke Pasir Gumuk?"
Aku menoleh, seorang pria sekitar 30-an memperhatikanku sambil menyeringai memperlihatkan gigi-giginya yang berwarna coklat. Aroma tembakau tercium keras dari tubuhnya. Aku mengiyakan pertanyaannya.

"Emang wangsitnya disuruh ke situ ya?"
"Hah?" ucapku kaget.
"Wangsitnya disuruh ke situ?" ulangnya lagi.
Aku langsung sigap dan menjawab, "Oh.. nggak Pak, saya cuma mau foto-foto aja kok."
Pria itu manggut-manggut.

(FYI: Agak susah mencari tukang ojek jika ingin ke Gumuk Pasir. Tapi jangan khawatir, untuk menuju Gumuk Pasir ini bisa jalan kaki kok.. Setelah melewati gerbang tiket Wisata Parangtritis, kamu turun di depan Hotel Gandung. Di sebelah hotel ada jalan yang menuju Pantai Depok. Dari situ jarak ke Gumuk Pasir sekitar 1 km).

Tak berapa lama, bus berhenti di depan sebuah warung. "Ini tempatnya Mbak," ujar supir bus sambil menunjuk hamparan pasir hitam mengilat di sebelah warung.
"Nanti kalo mau pulang, minta tolong sama yang punya warung ya, minta diojekin motor," lanjutnya lagi.

Aku tersenyum dan setelah mengucapkan terima kasih pada Pak Supir, aku segera mengeluarkan selembar uang Rp 20 rebu *beuhh.. sebagai ongkos bus yang harus aku bayar.

Waktu masih menunjukan pk. 10.30 WIB saat aku menjejakkan kaki di Gumuk Pasir. Untuk masuk ke Gumuk Pasir tidak perlu bayar alias gratis. Di sini juga terdapat fasilitas toilet.

Alhamdulillah.. nyampe juga di Gumuk Pasir Parangkusumo.. ^^

Pasir hitam. Luasnya sekitar 2 km ^^

Menjelang tengah hari cuaca di tempat itu sangat panas. And.. it is not good for taking pictures at that time. Why? karena sinar matahari hampir berada di atas kepala, terlalu silau. Jadi, lebih baik datang ke situ menjelang sore atau pagi sekalian.

Well.. aku cerita sedikit tentang Gumuk Pasir ini yah..
Menurut info yang aku peroleh dari Mbah Google, Gumuk Pasir ini letaknya di pesisir selatan Yogyakarta, tepatnya di Parangkusumo. Gumuk itu sendiri dalam bahasa jawa artinya tumpukan atau gundukan. Jadi Gumuk Pasir = Tumpukan Pasir.

Gumuk Pasir pernah digunakan sebagai tempat lokasi syuting film 'Wanita Berkalung Sorban', Video klip Agnes Monica, dan Grup Band Letto

Gumuk Pasir ini juga sering digunakan sebagai tempat manasik haji mengingat suhu di sini cukup ekstrim. Bila siang panas sekali dan jika malam suhu berubah sangat dingin

Gumuk Pasir ini terbentuk dari material yang berasal dari abu vulkanik yang terbawa oleh aliran Sungai Opak, Sungai Progo, dan sungai-sungai lainnya, yang akhirnya sampai ke Pantai Parangtritis. Selama ribuan tahun, abu vulkanik tersebut berubah menjadi debu-debu halus (pasir) yang lambat laun membentuk gundukan pasir yang semakin lama semakin lebar dan semakin tinggi akibat tiupan angin yang terus menerus.

Gumuk Pasir ini juga dijadikan sebagai objek penelitian. Bahkan ada wacana untuk memasukkannya sebagai UNESCO World Heritage karena merupakan fenomena alam yang tidak biasa dan satu-satunya di Asia Tenggara. Aminn... mudah-mudahan segera terwujud yaks.. ^_^

Gundukan pasir..

Nyantai.. ^^

Sambil foto-foto, ingatanku kembali melayang pada kata-kata pria penumpang bus tadi. Cari wangsit? Apa iya di tempat ini ada yang cari wangsit? Pandanganku berkeliling ke seluruh sudut Gumuk Pasir. Tidak ada tanda-tanda penampakan orang yang sedang mencari wangsit. Kebanyakan hanya foto-foto. Hmm.. sutralah, mendingan lanjut lagi aja narsisnya.. ^_^

Di ladang pinus ^^

Tanaman yang tumbuh di atas pasir

Berasa di atas permadani.. *eh *mulai fatamorgana *lebay

Ada yang lagi bikin foto pre-wedd.. ^^

Sekitar pkl. 11.25 WIB aku menyudahi sesi foto-foto di Gumuk Pasir. Sambil menyeka keringat yang bercucuran, aku melipir ke satu-satunya warung yang ada di situ. Yang empunya warung bernama Pak Tigot (Hp: 0818-04332293).

Warung Pak Tigot lebih mirip warkop dengan balai-balai bambu di depannya. Mayan buat ngaso.. Sambil istirahat aku ngobrol ngalor ngidul dengan Pak Tigot. Ia bercerita bahwa Gumuk Pasir kerap dikunjungi oleh artis-artis terkenal di Indonesia. Ia pun menunjuk pada deretan foto artis-artis yang dipajang di wall of fame-warungnya..

Di warung Pak Tigot

Dari keterangan Pak Tigot kuketahui bahwa di Gumuk Pasir ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan.
Berikut kegiatan dan tarif-nya:
Sand boarding - Rp 70 rebu/jam.
Kuda (sebagai pelengkap untuk keperluan foto pre-wedding): Rp 250 rebu/jam.
ATV - yang besar (2 orang): Rp 250 rebu/jam.
         - yang kecil (1 orang): Rp 100 rebu/jam.
Untuk lebih lengkapnya bisa tanya ke Pak Tigot.

Setelah merasa cukup beristirahat, aku pun meminta tolong Pak Tigot untuk mengantarku ke Terminal Parangtritis. Ojek motor Pak Tigot yang harus kubayar sebesar Rp 10 rebu *beuhh..*
Dari terminal, aku melanjutkan perjalanan kembali dengan bus tujuan Yogya. Tapi aku tidak langsung menuju kota Yogya, melainkan melipir sejenak ke Manding..

Apa yang kulakukan di Manding? baca ceritaku berikutnya yah.. ^_^
baca: Berburu Kerajinan Kulit di Manding


Salam

Ifa Abdoel


6 comments:

  1. keren mas buat infonya dan salam sukses selalu

    ReplyDelete
  2. Di sekitaran daerah terminal parang tritis, banyak yg menawarkan ojek ndak atau ada ojek online untuk pergi ke objek pantai yg lain ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. dulu sih nggak ada. klo sekarang sy kurang tahu

      Delete