cerita sebelumnya Kampung Naga, Tradisi Di Antara Modernisasi
Dengan wajah sayu menahan kantuk, aku menjejakkan kaki di atas pelataran Terminal Bus Kampung Rambutan, Jakarta. Waktu masih menunjukkan pkl. 06.10 pagi. Seorang petugas dengan seragam Dinas Perhubungan langsung mencegat langkahku dan memintaku untuk membayar tiket masuk terminal bus antar kota sebesar serebu rupiah *beuhh..*
(Btw, jangan lupa meminta bukti karcis tiket masuk ke dalam terminal antar kota yak, soalnya petugas kadang pura-pura lupa ngasih, uangnya masuk kantong pribadinya deh.. #Modus :p)
Fitri, teman seperjalananku tiba 15 menit kemudian. Hari itu kami hendak mengunjungi Kampung Naga , sebuah kampung yang berlokasi di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang masih bertahan dengan tradisi dan adat istiadat leluhurnya di tengah-tengah gempuran arus modernisasi.
Untuk menuju Kampung Naga kami menggunakan bus AC Karunia Bhakti tujuan Jakarta - Garut - Singaparna. Harga tiket bus yang harus dibayar Rp. 50 rebu/orang *beuhh..*
Biasanya bus jurusan tersebut berangkat tiap satu jam sekali. Jadi ga heran kalo kami harus menunggu kurang lebih 1 jam sampai akhirnya bus bergerak keluar dari Terminal Bus Kampung Rambutan.. (-_-!)
Sekitar pk. 07.30 pagi, bus mulai melintasi jalan raya, masuk gerbang tol dan wuzzz.. melesat meninggalkan Jakarta. Pemandangan khas pedesaan mulai menghias jendela saat bus menggelinding memasuki area luar Jakarta. Hamparan sawah, ladang sayuran, deretan bukit biru yang menjulang tinggi, jurang, hutan-hutan kecil, dan sungai-sungai dengan bebatuan cadasnya, jadi panorama yang membuai mata.
"Lo tau ga Fa, kalo Garut itu dijuluki sebagai Swiss Van Java?" tanya Fitri saat bus melintasi area perbukitan di wilayah Garut. Aku menggeleng.
"Itu karena Garut dikelilingi oleh perbukitan dan gunung yang indah banget. Udaranya juga sejuk," lanjut Fitri.
Aku mengangguk setuju sambil memandang deretan bukit berwarna biru kehijauan yang terlihat dari balik kaca bus. "Ya.. pemandangan di Garut memang indah," gumamku ^_^
Sayang aja, pemandangan indah di luar bus sedikit terusik saat para pedangan asongan masuk ke dalam bus. Mereka datang bergerombol dan berlomba-lomba menawarkan dagangannya. Ada yang dengan cara halus, ada pula yang sedikit memaksa. Seperti kejadian yang dialami Fitri.
Ada seorang pedagang buah jeruk berdiri persis di sebelahku. Di depannya tergeletak sebuah karung putih yang penuh diisi buah jeruk. Buah-buah jeruk yang berwarna kuning kehijau-hijauan ini terlihat segar dengan tangkai dan daun jeruk yang masih tergantung di badan buah.
Si penjual jeruk tampak bersemangat menawarkan dagangannya pada kami. Sebelum membeli kami bertanya apakah itu buah Jeruk Garut yang memang terkenal dengan rasanya yang manis. Si penjual menjawab benar bahwa buah yang dijualnya adalah Jeruk Garut. Tapi saat kami coba, buah tersebut rasanya asemm bangett... Kami pun mengurungkan niat untuk membelinya.
Tapi sang penjual tak kurang akal. Ia terus melancarkan berbagai macam rayuan agar kami membelinya. Terdorong oleh rasa kasihan (si penjual ini udah tua cuy..) akhirnya Fitri membeli 15 buah Jeruk seharga Rp. 15 rebu. Nah, saat kami tiba di Kampung Naga , Pak Ajun yang menjadi guide kami mengatakan bahwa berbagai cara dilakukan para penjual jeruk ini untuk menawarkan dagangannya.
"Kalo Jeruk Garut itu rasanya manis banget Neng. Kalo asem begini mah Neng ditipu, diboongin," tuturnya saat mencicipi jeruk yang kami berikan.
Ia melanjutkan, "Jeruk yang dijual di dalam bus itu biasanya memang dibuat menarik. Kaya gini, masih ada tangkai dan daunnya."
Ooo.. begitu toh modus dagangnya (-_-!)
Saat bus memasuki wilayah Tasikmalaya, waktu sudah menunjukkan tengah hari. Bus pun berhenti di sebuah rumah makan. Setelah sholat dan mengisi perut, perjalanan dilanjutkan kembali. Sekitar pkl. 13 siang bus tiba di Kampung Naga.
Total perjalanan dari Kampung Rambutan, Jakarta - Kampung Naga sekitar 5 jam dengan bus AC. Oya, kamu bisa pesen ke kernet bus untuk diturunkan di Kampung Naga, jadi jangan takut nyasar atau terlewat.. ;)
Guide
Untuk masuk ke dalam Kampung Naga, kamu bisa langsung masuk. Ikuti saja anak tangga yang tersedia maka kamu akan tiba di Kampung Naga. Atau kamu bisa minta bantuan seorang guide yang akan menemani dan bercerita tentang kampung ini.
Untuk jasa guide bisa kamu peroleh di gedung koperasi tak jauh dari gerbang masuk. Biaya guide terserah atau sukarela saja. Kebetulan kami berdua memberi tip sebesar Rp 50 rebu untuk jasa guide. keuntungan menggunakan guide adalah kamu mendapat penjelasan seputar Kampung Naga dan tahu batasan norma-norma adat setempat karena ada beberapa tempat/bangunan yang tidak boleh di foto.
Menurut Pak Ajun, warga asli Kampung Naga yang menjadi guide kami, turis atau wisatawan yang mengunjungi Kampung Naga tidak diijinkan untuk menginap. Tetapi, kalau tujuan datang ke Kampung Naga untuk melakukan penelitian, seperti yang banyak dilakukan oleh mahasiswa atau pelajar, mereka diijinkan untuk menginap di rumah penduduk Kampung Naga. Tentu saja dengan meminta ijin terlebih dahulu.
Rute Pulang
Dengan wajah sayu menahan kantuk, aku menjejakkan kaki di atas pelataran Terminal Bus Kampung Rambutan, Jakarta. Waktu masih menunjukkan pkl. 06.10 pagi. Seorang petugas dengan seragam Dinas Perhubungan langsung mencegat langkahku dan memintaku untuk membayar tiket masuk terminal bus antar kota sebesar serebu rupiah *beuhh..*
(Btw, jangan lupa meminta bukti karcis tiket masuk ke dalam terminal antar kota yak, soalnya petugas kadang pura-pura lupa ngasih, uangnya masuk kantong pribadinya deh.. #Modus :p)
Fitri, teman seperjalananku tiba 15 menit kemudian. Hari itu kami hendak mengunjungi Kampung Naga , sebuah kampung yang berlokasi di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang masih bertahan dengan tradisi dan adat istiadat leluhurnya di tengah-tengah gempuran arus modernisasi.
Untuk menuju Kampung Naga kami menggunakan bus AC Karunia Bhakti tujuan Jakarta - Garut - Singaparna. Harga tiket bus yang harus dibayar Rp. 50 rebu/orang *beuhh..*
Biasanya bus jurusan tersebut berangkat tiap satu jam sekali. Jadi ga heran kalo kami harus menunggu kurang lebih 1 jam sampai akhirnya bus bergerak keluar dari Terminal Bus Kampung Rambutan.. (-_-!)
Selfie di dalam bus.. ^^ |
Sekitar pk. 07.30 pagi, bus mulai melintasi jalan raya, masuk gerbang tol dan wuzzz.. melesat meninggalkan Jakarta. Pemandangan khas pedesaan mulai menghias jendela saat bus menggelinding memasuki area luar Jakarta. Hamparan sawah, ladang sayuran, deretan bukit biru yang menjulang tinggi, jurang, hutan-hutan kecil, dan sungai-sungai dengan bebatuan cadasnya, jadi panorama yang membuai mata.
"Lo tau ga Fa, kalo Garut itu dijuluki sebagai Swiss Van Java?" tanya Fitri saat bus melintasi area perbukitan di wilayah Garut. Aku menggeleng.
"Itu karena Garut dikelilingi oleh perbukitan dan gunung yang indah banget. Udaranya juga sejuk," lanjut Fitri.
Aku mengangguk setuju sambil memandang deretan bukit berwarna biru kehijauan yang terlihat dari balik kaca bus. "Ya.. pemandangan di Garut memang indah," gumamku ^_^
Satu diantara pemandangan indah kota Garut.. ^^ |
Sayang aja, pemandangan indah di luar bus sedikit terusik saat para pedangan asongan masuk ke dalam bus. Mereka datang bergerombol dan berlomba-lomba menawarkan dagangannya. Ada yang dengan cara halus, ada pula yang sedikit memaksa. Seperti kejadian yang dialami Fitri.
Ada seorang pedagang buah jeruk berdiri persis di sebelahku. Di depannya tergeletak sebuah karung putih yang penuh diisi buah jeruk. Buah-buah jeruk yang berwarna kuning kehijau-hijauan ini terlihat segar dengan tangkai dan daun jeruk yang masih tergantung di badan buah.
Si penjual jeruk tampak bersemangat menawarkan dagangannya pada kami. Sebelum membeli kami bertanya apakah itu buah Jeruk Garut yang memang terkenal dengan rasanya yang manis. Si penjual menjawab benar bahwa buah yang dijualnya adalah Jeruk Garut. Tapi saat kami coba, buah tersebut rasanya asemm bangett... Kami pun mengurungkan niat untuk membelinya.
Tapi sang penjual tak kurang akal. Ia terus melancarkan berbagai macam rayuan agar kami membelinya. Terdorong oleh rasa kasihan (si penjual ini udah tua cuy..) akhirnya Fitri membeli 15 buah Jeruk seharga Rp. 15 rebu. Nah, saat kami tiba di Kampung Naga , Pak Ajun yang menjadi guide kami mengatakan bahwa berbagai cara dilakukan para penjual jeruk ini untuk menawarkan dagangannya.
"Kalo Jeruk Garut itu rasanya manis banget Neng. Kalo asem begini mah Neng ditipu, diboongin," tuturnya saat mencicipi jeruk yang kami berikan.
Ia melanjutkan, "Jeruk yang dijual di dalam bus itu biasanya memang dibuat menarik. Kaya gini, masih ada tangkai dan daunnya."
Ooo.. begitu toh modus dagangnya (-_-!)
Barang dagangan yang dijual oleh pedagang asongan. (Arah jarum jam) jeruk yang super asem, earphone, biskuit, kartu perdana, Fitri yang sedang pamer ikat pinggang/gesper .. :D |
Saat bus memasuki wilayah Tasikmalaya, waktu sudah menunjukkan tengah hari. Bus pun berhenti di sebuah rumah makan. Setelah sholat dan mengisi perut, perjalanan dilanjutkan kembali. Sekitar pkl. 13 siang bus tiba di Kampung Naga.
Total perjalanan dari Kampung Rambutan, Jakarta - Kampung Naga sekitar 5 jam dengan bus AC. Oya, kamu bisa pesen ke kernet bus untuk diturunkan di Kampung Naga, jadi jangan takut nyasar atau terlewat.. ;)
View di belakang rumah makan.. ^^ |
Guide
Untuk masuk ke dalam Kampung Naga, kamu bisa langsung masuk. Ikuti saja anak tangga yang tersedia maka kamu akan tiba di Kampung Naga. Atau kamu bisa minta bantuan seorang guide yang akan menemani dan bercerita tentang kampung ini.
Untuk jasa guide bisa kamu peroleh di gedung koperasi tak jauh dari gerbang masuk. Biaya guide terserah atau sukarela saja. Kebetulan kami berdua memberi tip sebesar Rp 50 rebu untuk jasa guide. keuntungan menggunakan guide adalah kamu mendapat penjelasan seputar Kampung Naga dan tahu batasan norma-norma adat setempat karena ada beberapa tempat/bangunan yang tidak boleh di foto.
Menurut Pak Ajun, warga asli Kampung Naga yang menjadi guide kami, turis atau wisatawan yang mengunjungi Kampung Naga tidak diijinkan untuk menginap. Tetapi, kalau tujuan datang ke Kampung Naga untuk melakukan penelitian, seperti yang banyak dilakukan oleh mahasiswa atau pelajar, mereka diijinkan untuk menginap di rumah penduduk Kampung Naga. Tentu saja dengan meminta ijin terlebih dahulu.
Rute Pulang
Setelah puas berkeliling Kampung Naga (Baca : Kampung Naga, Tradisi Di Antara Modernisasi) Kami meninggalkan Kampung Naga sekitar pkl. 17 sore.
Saat sedang beristirahat di sebuah warung di pintu masuk Kampung Naga, seorang penjual bakso berbaik hati memberitahu kami rute alternatif/ngeteng pulang ke Jakarta jika kami terlalu lama menunggu bus tujuan Jakarta.
So... beginilah rute pulang kami kembali ke Jakarta..
Dari depan gerbang Kampung Naga, kami mencegat bus sedang/elf 300 tujuan Terminal Guntur Garut. Ongkosnya Rp. 10 rebu *beuhh..*
Menjelang maghrib, kami tiba di Terminal Guntur Garut. Namun, setelah menunggu hampir 1 jam di sebuah warung kopi di depan terminal, bus tujuan Jakarta tak kunjung tiba.
"Mendingan kita ngeteng lagi aja yuk," tukasku pada Fitri.
"Boleh, kita cari bus yang lewat tol Cileunyi aja," jawab Fitri.
Tepat pada saat yang bersamaan, sebuah bus tujuan Bandung non AC yang melewati tol Cileunyi, bergerak meninggalkan Terminal Garut. Alhasil, kami pun berlari pontang-panting mengejar bus dan setelah berada di dalam bus baru tersadar bahwa bus yang kami naiki adalah bus non AC.
Naik bus non AC tentu harus siap menghadapi resiko bus yang sering kali ngetem lamaaaa...:'(
belum lagi para penumpangnya kerap semena-mena merokok di dalam bus... :'( *jangan lupa siapkan masker*
Oya, ongkos bus Rp. 10 rebu *beuhh..*
Sekitar pkl. 21.30 malam, bus tiba di depan tol Cileunyi. Kami turun di situ dan berganti bus. Kebetulan pada saat itu bus Doa Ibu tujuan Kampung Rambutan terlihat ngetem di bibir jalan.
"Kita naik bus ini Fit?" tanyaku pada Fitri.
"Iya, naik ini aja," jawabnya sambil terus melangkah masuk ke dalam bus. "Ini bus lewat Puncak," lanjutnya lagi.
"Hah? lewat Puncak? emang Puncak nggak macet? ini malem minggu lho," ujarku lagi.
"Nggak, ini kan udah malem, gue udah biasa kok naik bus ini, ga pernah kena macet," jawabnya kalem.
Dan ternyata sodara sodaraaa... perjalanan kami via Puncak berakhir dengan kemacetan yang amat sangat parahhh.. hicks :'((
yaealahh... pan malem minggu cuyy.. wiken pulakk.. T_T *tersedu-sedu*
Alhasil, selama di dalam bus yang kami lakukan adalah ngobrol ngalor ngidul, abisnya udah tidur berkali-kali, bangun berkali-kali tapi pas ngeliat jendela, yang keliatan Puncak lagi Puncak lagi.. kaga nyampe nyampe gan, hahaha.. :))
Note: jangan gunakan bus via Puncak kalo mo ke Jakarta (terutama saat weekend). Dari depan tol Cileunyi banyak bus tujuan Jakarta yang langsung menggunakan jalur tol Cipularang. Via Cipularang bisa menghemat waktu. Oya, ongkos bus Doa Ibu tujuan Kampung Rambutan sebesar Rp. 30 rebu/orang *beuhh..*
Akhirnya, setelah melewati malam panjang di dalam bus, kami tiba di Kampung Rambutan, Jakarta sekitar pkl. 01.30 pagi. Welcome home.. ^_^
Betewe eniwey..
Buat para ladies yang kemaleman, ato nyampe di Kampung Rambutan di pagi buta, seperti yang terjadi pada daku, jangan khawatir, stay woles.. :)
Mintalah pada supir/kernet bus untuk turun di depan Terminal Bus Kampung Rambutan, jangan ikut masuk ke dalam terminal. Sebab, di depan Terminal Bus Kampung Rambutan lebih mudah untuk memperoleh angkutan umum, seperti angkot, taksi, atau ojek. Moda angkutan tersebut banyak ngetem di depan Terminal Bus Kampung Rambutan.
Jika kamu memutuskan untuk naik angkutan umum, dari depan Terminal Kampung Rambutan naiklah angkot yang rutenya melalui Pasar Rebo. Di sekitar Pasar Rebo lebih banyak angkutan umum yang bisa kamu pergunakan dan suasananya lebih ramai. Tapi teuteup yah.. kudu hati-hati, jangan lupa berdoa and stay cool.. ;)
Selamat jalan-jalan... (^__^)
Salam
Ifa Abdoel
Pemandangan indah di Kampung Naga |
Saat sedang beristirahat di sebuah warung di pintu masuk Kampung Naga, seorang penjual bakso berbaik hati memberitahu kami rute alternatif/ngeteng pulang ke Jakarta jika kami terlalu lama menunggu bus tujuan Jakarta.
So... beginilah rute pulang kami kembali ke Jakarta..
Dari depan gerbang Kampung Naga, kami mencegat bus sedang/elf 300 tujuan Terminal Guntur Garut. Ongkosnya Rp. 10 rebu *beuhh..*
Menjelang maghrib, kami tiba di Terminal Guntur Garut. Namun, setelah menunggu hampir 1 jam di sebuah warung kopi di depan terminal, bus tujuan Jakarta tak kunjung tiba.
"Mendingan kita ngeteng lagi aja yuk," tukasku pada Fitri.
"Boleh, kita cari bus yang lewat tol Cileunyi aja," jawab Fitri.
Tepat pada saat yang bersamaan, sebuah bus tujuan Bandung non AC yang melewati tol Cileunyi, bergerak meninggalkan Terminal Garut. Alhasil, kami pun berlari pontang-panting mengejar bus dan setelah berada di dalam bus baru tersadar bahwa bus yang kami naiki adalah bus non AC.
Naik bus non AC tentu harus siap menghadapi resiko bus yang sering kali ngetem lamaaaa...:'(
belum lagi para penumpangnya kerap semena-mena merokok di dalam bus... :'( *jangan lupa siapkan masker*
Oya, ongkos bus Rp. 10 rebu *beuhh..*
Sekitar pkl. 21.30 malam, bus tiba di depan tol Cileunyi. Kami turun di situ dan berganti bus. Kebetulan pada saat itu bus Doa Ibu tujuan Kampung Rambutan terlihat ngetem di bibir jalan.
"Kita naik bus ini Fit?" tanyaku pada Fitri.
"Iya, naik ini aja," jawabnya sambil terus melangkah masuk ke dalam bus. "Ini bus lewat Puncak," lanjutnya lagi.
"Hah? lewat Puncak? emang Puncak nggak macet? ini malem minggu lho," ujarku lagi.
"Nggak, ini kan udah malem, gue udah biasa kok naik bus ini, ga pernah kena macet," jawabnya kalem.
Dan ternyata sodara sodaraaa... perjalanan kami via Puncak berakhir dengan kemacetan yang amat sangat parahhh.. hicks :'((
yaealahh... pan malem minggu cuyy.. wiken pulakk.. T_T *tersedu-sedu*
Alhasil, selama di dalam bus yang kami lakukan adalah ngobrol ngalor ngidul, abisnya udah tidur berkali-kali, bangun berkali-kali tapi pas ngeliat jendela, yang keliatan Puncak lagi Puncak lagi.. kaga nyampe nyampe gan, hahaha.. :))
Note: jangan gunakan bus via Puncak kalo mo ke Jakarta (terutama saat weekend). Dari depan tol Cileunyi banyak bus tujuan Jakarta yang langsung menggunakan jalur tol Cipularang. Via Cipularang bisa menghemat waktu. Oya, ongkos bus Doa Ibu tujuan Kampung Rambutan sebesar Rp. 30 rebu/orang *beuhh..*
Akhirnya, setelah melewati malam panjang di dalam bus, kami tiba di Kampung Rambutan, Jakarta sekitar pkl. 01.30 pagi. Welcome home.. ^_^
Buat para ladies yang kemaleman, ato nyampe di Kampung Rambutan di pagi buta, seperti yang terjadi pada daku, jangan khawatir, stay woles.. :)
Mintalah pada supir/kernet bus untuk turun di depan Terminal Bus Kampung Rambutan, jangan ikut masuk ke dalam terminal. Sebab, di depan Terminal Bus Kampung Rambutan lebih mudah untuk memperoleh angkutan umum, seperti angkot, taksi, atau ojek. Moda angkutan tersebut banyak ngetem di depan Terminal Bus Kampung Rambutan.
Jika kamu memutuskan untuk naik angkutan umum, dari depan Terminal Kampung Rambutan naiklah angkot yang rutenya melalui Pasar Rebo. Di sekitar Pasar Rebo lebih banyak angkutan umum yang bisa kamu pergunakan dan suasananya lebih ramai. Tapi teuteup yah.. kudu hati-hati, jangan lupa berdoa and stay cool.. ;)
Selamat jalan-jalan... (^__^)
Stay cool, ladies.. ^^ |
Salam
Ifa Abdoel
KAyaknya seru ya kalau back packeran gitu ya ..... thanks infonya ya ... jadi pengen backpackeran juga ke garut
ReplyDeletesippp... ur welcome mbak astri..
Deleteayok bekpekeran ke Garut... ^_^
Bckpackeran lg yok mbak. Ke talaga bodas
ReplyDeletesipp.. insyaAlloh dijadwalkan kesitu. talaga bodas mirip ciwidey-nya bandung yaks :D..
Deletenice article..tengs. jadi tau tnyta gak boleh nginep, sayang bgeet...
ReplyDeletenice article..tengs. jadi tau tnyta gak boleh nginep, sayang bgeet...
ReplyDeleteu r welcome :D
DeleteKa boleh minta cp guidenya ga?hehe mau bikin proposal buat kesana nih
ReplyDeletesorry sy ga punya cp guidenya cos bekpekeran ke kampung naga ga ribet kok..lsg aja kesana ;)
DeleteSist mau nanya.. Klo ada biaya masuk perorangnya ga di kmpung naga?
ReplyDeleteSist mau nanya di kmpung naga ada tiket masuk per orangnya ga ya?? Terima kasih 😊😊
ReplyDeleteHi..ga pake tiket masuk sis..;)
DeleteThanks infonya..jd pengen kesana :)
ReplyDeletesipp.. trima kasih kembali :)
Deletekak saya mau tanya.. kalo semisalnya datang untuk bikin film.. apa diperbolehkan..
ReplyDeletewah..sy kurang tau klo soal itu. mendingan langsung dtg kesana aja utk tanya2.. ;)
DeleteAda tempat makan ga yaaa di sana
ReplyDeleteada beberapa pedagang yang menjual makanan spt bakso, mie ayam, dll. tp jumlahnya ga banyak
Delete