"Just because you can't see it, doesn't mean it isn't there" - Laut bukan tempat sampah!

7/14/14

Mistisnya Situs Megalith - Gunung Padang

Pikiranku pun melayang membayangkan saat malam hari tiba, tepatnya pada malam jumat kliwon. Bukit kecil yang biasanya gelap gulita ini akan bercahaya akibat kilatan-kilatan sinar yang keluar dari senter maupun alat penerang lainnya.

Suara gemerisik angin yang beradu dengan dahan-dahan pepohonan akan menyatu dengan dengungan doa-doa yang dilafaskan para peziarah yang membentuk kelompok maupun individual. 

Pada akhirnya.. bukit kecil ini akan menjadi saksi bisu atas berbagai permintaan dari orang-orang yang tak percaya bahwa hanya kepada Allah SWT semata, manusia seharusnya meminta.
Begidik aku membayangkannya...

(flash back)

cerita sebelumnya ... Misteri Terowongan Lampegan

Usai mengambil foto di depan Stasiun Lampegan, kami segera menghampiri ojekers yang dari tadi setia menunggu. Setelah melakukan penawaran yang cukup alot, tercapailah kesepakatan harga Rp 40 rebu untuk tarif PP Stasiun Lampegan - Gunung Padang.
(Belakangan, setelah melalui jalan panjang yang turun naik dan penuh liku, harga ojek 40 rebu kok terlalu murah yaks.. akhirnya kami sepakat untuk memberikan tambahan, jadi ojeknya Rp 50 rebu PP.. *beuhh*. Tapi asli cuyy.. lokasi situsnya jauh beutt...:p).

Situs Megalith Gunung Padang

Motor yang dikendarai ojekers pun melaju kencang di jalan yang berliku. Sesekali motor yang membawaku tampak kualahan saat mendaki tanjakan yang cukup curam. Untungnya sang ojekers udah terlatih dengan medan seperti ini, eaaa...:p

Di sepanjang jalan, hamparan kebun teh yang berdampingan dengan kebun karet seolah menyatu dengan gelombang bukit-bukit kecil di sekelilingnya yang membuat suasana perjalanan menuju Situs Megalith Gunung Padang jadi menyenangkan, teduhh bangettt.. ^_^

Jalanan ke Situs Megalith Gunung Padang beraspal, mulusss..

Bukit ijo dan kebun teh..

Setelah kurang lebih 20 menit berkendara, kami tiba di pintu gerbang Situs Megalith Gunung Padang. Untuk masuk ke dalam kawasan situs, ada tiket yang harus dibayar. Jumlahnya sebesar Rp 2.000 (dua rebu) saja, what?? Mendi langsung melotot membaca tulisan Rp 2.000 yang terpampang pada sobekan karcis.

"Murah banget Peh? ketutup ga tuh biaya operasionalnya? kayanya ga worth it deh, ini kan situs purbakala," tuturnya tanpa henti sambil terus menggelengkan kepala.
Aku sendiri ga bisa bilang apa-apa, no comment.. :p

Oya, untuk kamu yang ingin berkunjung ke Situs Megalith Gunung Padang. Berikut info yang patut kamu simak:
  • Waktu kunjungan wisata ke Situs Megalith Gunung Padang mulai pkl. 07.00-17.00 WIB.
  • Tapi, buat kamu yang ingin melihat sunrise, bisa nginep di pendopo yang ada di situs, tentunya  dengan ijin terlebih dahulu dengan petugas yang ada di sana.
  • Dilarang mencoret, memukul, menggeser, memanjat, dan menduduki batu yang berdiri, dan memindahkan semua batu di Situs Megalith Gunung Padang.
  • Di larang buang sampah sembarangan.

Bangunan loket tiketnya lucuk yah.. ^_^

Baeklahh.. setelah tiket di tangan, kami berempat masuk ke dalam kawasan situs dan langsung berhadapan dengan dua jenis tangga. Tangga pertama adalah tangga alami yang katanya merupakan jalur alami yang memang sudah ada sejak dulu kala.

Sedangkan tangga kedua adalah tangga buatan yang memang sengaja dibangun melingkar untuk memudahkan pengunjung naik ke atas bukit, tempat Situs Megalith Gunung Padang berada.

Mejeng dulu sebelom naik tangga

Well.. pada awalnya aku dan Ika merasa kecut melihat curamnya anak tangga alami yang tersusun atas bebatuan alam dengan kemiringan hampir 90 derajat! eh..lebay ding, palingan sekitar 60-80 derajat.. tapi teuteupp bikin ati miris cuy, apalagi gue nggak pernah olahraga.. :p

Tapi dengan gagahnya Mendi berkata, "Kita coba naik tangga yang alami dulu, nanti pulangnya baru lewat tangga buatan, jadi adil kan nyobain dua-duanya?" tuturnya dengan amat sangat meyakinkan. Aku dan Ika pun terperdaya.. (x_x)

(kika) Tangga buatan & tangga alami

Bismillah.. satu per satu anak tangga alami perlahan kutapaki. Ada sekitar 185 anak tangga yang harus kulewati. Baru saja beberapa anak tangga terlewat, keringatku mulai bercucuran. Semakin naik ke atas, semakin deras keringat yang keluar.

Kami bergerak ke atas sangat lambat. Sesekali berhenti untuk sekedar mengambil nafas tanpa lupa untuk terus berpegangan pada pagar besi dan tetap konsentrasi. Soalnya kalo lengah sedikit fatal cuy, bisa gelinding ke bawah.. (x_x)

FYI: Untuk kamu yang suka tantangan, jalur alami ini cucok bingits buat dicoba, hehehe... *evil laugh* Tapi buat para orangtua, sebaiknya menggunakan tangga buatan karena jalurnya lebih landai.

Hosh hosh... capeee..

Entah berapa lama waktu yang kami butuhkan untuk mendaki anak tangga hingga akhirnya sampai ke atas. Keringat terus menetes tanpa henti saat kakiku menapak lokasi Situs Megalith Gunung Padang.

Sejenak aku tertegun menatap undakan-undakan batu berbentuk persegi panjang yang berserak dihadapanku. Sambil berusaha mengatur nafas yang masih tersengal-sengal, kupaksakan diri untuk memandang setiap sudut bukit kecil yang dilantainya tumbuh rerumputan hijau.

Samar.. tapi masih bisa kulihat selimut kabut tipis berpendar di tiap tiap inci batu-batu berwarna abu-abu kehitaman yang di beberapa sisinya berbercak putih tak beraturan. Pandanganku beralih menatap langit biru yang mencorongkan teriknya sinar matahari. "Sudah tengah hari, tapi halimun enggan pergi," batinku berbisik..

Almost there..

Di sebuah batu yang cukup datar aku beristirahat, mengatur nafas dan terus mengamati keadaan sekitar. Saat itu cukup banyak pengunjung yang memadati area situs. Ada rombongan klub sepeda, ada anak-anak sekolah, ada pula pendatang seperti kami.

Situs Megalith Gunung Padang memang merupakan magnet tersendiri bagi orang-orang yang ingin melihat secara langsung peninggalan bersejarah berupa punden berundak yang terbesar di Asia Tenggara. Menurut penelitian yang dilakukan para ahli, usia situs ini diperkirakan lebih dari 10.000 tahun Sebelum Masehi, lebih tua dari Piramida Giza, bahkan Spinx yang ada di Mesir.

Teras pertama Situs Megalith Gunung Padang

Fotonya pake bantuan tripod alam.. ;))

Luas bangunan situs yang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat itu sendiri mencapai 900 m2, sementara luas area situs sekitar 3 ha. Tak heran jika situs ini merupakan salah satu keajaiban dunia karena ukurannya lebih besar dari bangunan Candi Borobudur.

Letak situs yang berada di atas bukit dengan bebatuan yang mayoritas berbentuk persegi panjang, memunculkan berbagai macam pertanyaan, bagaimana cara pembuatannya? bagaimana cara mengangkut batu-batu tersebut ke atas? adakah unsur magic dalam pembuatan situs ini? apa fungsi dari bebatuan tersebut? dan berbagai pertanyaan lainnya.

Gaya dulu yaks... ^^

Ada yang Mistis di Gunung Padang

Dari pencarian via mbah google, aku menemukan sebuah cerita yang cukup menarik tentang hal-hal yang berbau mistis yang berkaitan dengan Situs Megalith Gunung Padang.

Dimulai dari kisah penemuan situs oleh tiga orang petani...
Ketiganya secara tak sengaja menemuka Situs Megalith saat hendak berladang. Penemuan itu pun menyebar dari mulut ke mulut. Orang-orang yang penasaran ingin melihatnya secara langsung. Namun, perlu penerangan (obor) agar bisa melihat situs karena saat itu situs megalith tertutup oleh lebatnya pepohonan dan semak belukar. Tak heran jika masyarakat sekitar pun menamakan situs tersebut Gunung Padang (dalam bahasa sunda, Padang = Terang benderang).

Gunung Padang itu sendiri terdiri dari lima (5) teras:
Teras pertama disebut dengan Pamuka Lawang (Pembuka Pintu), lokasinya paling bawah dan ditandai dengan dua buah batu yang posisinya berdiri seperti pintu.
Teras kedua dinamakan Bukit Masigit (kabarnya, karena bebatuan yang terbentuk di teras kedua mirip mesjid).
Teras ketiga diberi nama Mahkota Dunya atau Mahkota Dunia.
Teras keempat disebut Tapak Kujang atau disebut Batu Kanuragan.
Teras kelima (paling atas) disebut Singgasana.

View dari teras kedua (photo by ika)

(Atas) Teras ke 5, 4, & 3. (Bawah) Teras ke 5

Kabarnya, pada malam hari (terutama pada bulan Maulid dan malam jumat kliwon), situs ini penuh dengan peziarah yang datang untuk berbagai kepentingan. Ada yang meminta pengasihan, minta penyembuhan, minta naik jabatan, minta jodoh, dan sebagainya.

Pikiranku pun melayang membayangkan saat malam hari tiba, tepatnya pada malam jumat kliwon. Bukit kecil yang biasanya gelap gulita ini akan bercahaya akibat kilatan-kilatan sinar yang keluar dari senter maupun alat penerang lainnya.

Suara gemerisik angin yang beradu dengan dahan-dahan pepohonan akan menyatu dengan dengungan doa-doa yang dilafaskan para peziarah yang membentuk kelompok maupun individual.

Pada akhirnya.. bukit kecil ini akan menjadi saksi bisu atas berbagai permintaan dari orang-orang yang tak percaya bahwa hanya kepada Allah SWT semata, manusia seharusnya meminta.
Begidik aku membayangkannya... (x_x)

(Kika gbr bawah) Cap kujang & tapak singa yang terdapat di salah satu batu menhir

Konon kabarnya, Situs Megalith Gunung Padang mempunyai makna tidak tersurat akan kebesaran Allah SWT. Hal tersebut bisa dilihat dari letak situs yang sejajar dengan gunung Keneng, Gunung Gede, dan Gunung Pangrango, yang artinya mengarah ke arah Barat atau kiblat. Entah memang benar demikian atau kebetulan semata, walahualam..

Narsis time... ^^ (my pic. taken by Mendi)

Kurang lebih 1,5 jam kami berada di area situs. Waktu hampir menunjukkan pkl 14.00 siang saat kami memutuskan untuk turun, kembali ke Stasiun Lampegan, mengejar keberangkatan kereta tujuan Sukabumi. 

Pas di bawah nemu puun lucuk (katanya sih puun terong), bentuk buahnya mirip susunya sapi ;))

Gerbang situs ini letaknya cukup jauh dari pintu masuk situs

Motor pun segera dipacu di jalan beraspal, sesekali kami sengaja berhenti di bibir jalan untuk mengabadikan hamparan kebun teh dan pegunungan yang indah. Tepat pkl 14.30  kami tiba di Stasiun Lampegan. Segera kami memesan tiket kereta tujuan Sukabumi dan Bogor. Tapi sayang, untuk tujuan Bogor tiket sudah habis terjual. Alhasil, dari St. Sukabumi kami harus melanjutkan perjalanan via bus menuju Jakarta.

FYI: Waktu 1,5 jam cukup untuk menjelajahi area Situs Megalith Gunung Padang. Jadi, sebaiknya kamu langsung membeli tiket kereta PP Bogor - Sukabumi - Lampegan via online jauh-jauh hari, agar saat pulang tidak harus menggunakan bus yang notabene membutuhkan waktu lama untuk tiba di Jakarta.

Dari depan St. Sukabumi kami menggunakan angkot hijau no. 08 menuju Terminal Bus Sukabumi (Degung), tarifnya Rp 3.000/orang *beuh..*
Dari Terminal Bus Degung, kami memutuskan untuk naik angkot Elf L-300 tujuan Terminal Baranangsiang - Bogor. Kami memang sengaja tidak naik bus langsung tujuan Jakarta demi mempersingkat waktu. Kalo via Bogor lebih cepat sampai rumah cuy.. Tiket elf yang harus kami bayar sebesar Rp 20 rebu/orang *beuh..*

Perjalanan menuju Bogor kami lalui dengan menahan siksaan. Duduk berempat di kursi belakang yang sempit, tanpa AC, dan situasi jalan yang macet parah, membuat pantat  sakit dan pinggang super pegel beuttt.. OmayGod.. (x_x)

Pkl. 20.45 malam kami tiba di Terminal Baranangsiang, lanjut ke Stasiun Bogor dengan angkot ijo no. 03. dan tiba di St. Bogor 15 menit kemudian. Welcome home..



Salam


Ifa Abdoel


2 comments:

  1. Peradaban manusia kuno ternyata ditemukan disini, thanks infonya jadi pengen liat langsung :)

    ReplyDelete