"Just because you can't see it, doesn't mean it isn't there" - Laut bukan tempat sampah!

6/30/14

Misteri Terowongan Lampegan

Sejenak aku tertegun menatap undakan-undakan batu berbentuk persegi panjang yang berserak dihadapanku. Sambil berusaha mengatur nafas yang masih tersengal-sengal, kupaksakan diri untuk memandang setiap sudut bukit kecil yang dilantainya tumbuh rerumputan hijau.

Samar.. tapi masih bisa kulihat selimut kabut tipis berpendar di tiap tiap inci batu-batu berwarna abu-abu kehitaman yang di beberapa sisinya berbercak putih tak beraturan. Pandanganku beralih menatap langit biru yang mencorongkan teriknya sinar matahari. "Sudah tengah hari, tapi halimun enggan pergi," batinku berbisik..

------
(flash back)
Sabtu, 14 Juni 2014

Stasiun Bogor Paledang

Aku dan Ika melangkah ringan keluar dari Stasiun Bogor, menyebrangi jalan raya yang penuh dengan lalu lalang kendaraan dan akhirnya tiba di Stasiun Bogor Paledang. Hari itu kami berencana pergi ke Situs Megalith - Gunung Padang, Cianjur.

Rute yang kami ambil untuk perjalanan ini adalah Bogor - Sukabumi - Cianjur, dengan menggunakan jasa angkutan Kereta Api. Stasiun Bogor Paledang itu sendiri adalah stasiun kereta yang melayani rute Bogor - Sukabumi. Letaknya persis di depan Stasiun Bogor.

Stasiun Bogor Paledang.

Saat itu waktu sudah menunjukkan pk. 07.45. Sesekali kulontarkan pandangan harap harap cemas menanti Mendi dan Dewi yang belum kelihatan batang hidungnya. Menurut jadwal yang tertera pada tiket, waktu keberangkatan kereta menuju Stasiun Sukabumi adalah pkl. 07.55 pagi. Itu berarti, 10 menit lagi kereta akan berangkat.

Lima menit kemudian, Mendi tiba dengan keringat yang bercucuran dan nafas yang tak teratur, ia habis berlari agar tak tertinggal. Dan tepat pkl. 08.07 pagi, Dewi menunjukkan batang hidungnya (juga dengan keadaan berkeringat dan nafas yang memburu) bersamaan dengan diberangkatkannya kereta Pangrango yang mengangkut kami ke Sukabumi. 

(FYI: Datanglah on time agar tidak tertinggal kereta, dan upayakan untuk membeli/memesan tiket kereta ke Sukabumi jauh-jauh hari melalui sistem online karena rute ini selalu penuh, apalagi saat weekend. Tarif tiket ekonomi Bogor - Sukabumi sebesar Rp. 20 rebu/orang dan kelas eksekutif Rp. 50 rebu/orang *beuhh..*)

Narsis di dalam kereta Pangrango kelas ekonomi.. ^^

Dengan kecepatan sedang, kereta melaju di atas rel yang belum lama ini diresmikan oleh pemerintah.
(FYI: Pada tahun 2006 jalur kereta Bogor - Sukabumi sempat ditutup karena rusaknya jalur dan uzurnya kereta yang melayani jalur tersebut. Setelah dilakukan perbaikan jalur dan penggantian rangkaian kereta, jalur Bogor - Sukabumi dibuka kembali. Tapi pada pertengahan Desember 2012, rute tersebut kembali ditutup karena usia kereta yang telah tua. Dan setelah dilakukan perbaikan jalur dan pengadaan kereta, pada  09 November 2013 dibuka kembali. Beuhh.. pegel amat yak dibuka tutup buka tutup, kaya jalur puncak pas wiken.. :p).

Pemandangan di luar jendela begitu memikat. Hamparan sawah yang menghijau, sungai dengan aliran air yang deras yang diatasnya bertumpu bebatuan seukuran anak gajah, rumah-rumah penduduk yang begitu dekat dengan tepian rel kereta, serta beberapa pasar tradisional yang mulai tersentuh modernisasi dengan banyaknya bangunan ruko yang sedang dibangun, jadi pemandangan tersendiri yang menghibur.

Pemandangan di depan St. Maseng, cakep yah.. ^^

Stasiun Sukabumi

Sekitar pk. 10.07 pagi, kami tiba di Stasiun Sukabumi. Begitu turun, kami langsung menuju bagian pemeriksaan tiket dan menyerahkan potongan tiket kereta tujuan Stasiun Sukabumi - Stasiun Lampegan kepada seorang petugas. Petugas pun membubuhkan cap tanda tiket sudah diperiksa, dan kami masuk kembali ke dalam kereta yang sama (KA Pangrango).

Stasiun Sukabumi

Stasiun Sukabumi dan bagian dalam KA ekonomi.

Waktu sudah menunjukkan pkl. 10.30 saat kereta menggelinding menuju Stasiun Lampegan, Cianjur. Pemandangan asri pedesaan kembali menyapa mataku selama perjalanan.

Namun, sekitar setengah jam kemudian, pemandangan asri pedesaan tiba-tiba berubah menjadi hitam.. gelap! Dari balik jendela kereta bisa kulihat dengan samar dinding beton yang dipenuhi tulisan grafiti. Terowongan! kami berada di dalam terowongan! Berarti tidak lama lagi kami akan tiba di Stasiun Lampegan, hurayyy.. ^^

Setelah melewati Terowongan Lampegan sepanjang 686 m, kereta pun berhenti di depan Stasiun Lampegan. Berempat kami segera keluar dari dalam kereta. Iseng, aku celingak-celinguk mencari-cari adakah penumpang lain yang turun? "Hmm.. hanya kami yang turun di stasiun ini," ucapku dalam hati.

"Guys.. foto-foto dulu yuks di depan terowongannya, katanya itu terowongan tua lho.." ujarku.
Yang lain langsung menganggukkan kepala dan kami pun bergerak menuju terowongan.

Terowongan Lampegan terletak di Desa Cibokor, Kecamatan Cibeber, Cianjur.

Mejengggg.. ^^

Terowongan Lampegan

It was really dark and creppy when we entered the tunnel. Aura misteri terasa menyelimuti Terowongan Lampegan. Konon, menurut beberapa sumber yang aku peroleh dari Google, Terowongan Lampegan ini menyimpan misteri cerita mistik Nyi Ronggeng Sadea.

Kisah Nyi Ronggeng Sadea dimulai di tahun 1882.. saat Terowongan Lampegan baru selesai dibangun..
Suara musik ronggeng terdengar mengalun kencang di sebuah area tak jauh dari terowongan Lampegan. Nyi Sadea menari di sebuah pelataran dengan genit dan lincah, menghibur para penonton yang terdiri dari para pejabat Belanda dan pribumi. Malam itu, ia diminta untuk mengisi acara peresmian Terowongan Lampegan.

Sesekali tangannya yang ramping meraih penonton pria untuk menari bersamanya mengikuti irama ronggeng diiringi tepuk tangan riuh dari penonton lainnya. Sebagai penari ronggeng, Nyi Sadea memang sangat terkenal, tak sedikit pria yang memujanya.

Inside the tunnel.

Menjelang dini hari, Nyi Sadea baru berhenti menari dan menghibur penontonnya. Dengan manahan rasa lelah yang amat sangat,  Nyi Sadea pulang diantar oleh seorang pria. Sambil ngobrol dan melangkah santai, mereka berdua berjalan melewati gelapnya Terowongan Lampegan.

Sejak masuk ke dalam Terowongan Lampegan, Nyi Sadea tidak pernah muncul lagi.. ia menghilang.. (tidak diketahui bagaimana nasib pria yang menemaninya-red)

Tak seorang pun tahu dimana keberadaan Nyi Sadea. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menemukan penari ronggeng itu, tapi tidak berhasil. Sejak memasuki Terowongan Lampegan, Nyi Sadea tidak pernah kembali. Lambat laun masyarakat sekitar pun memercayai bahwa Nyi Sadea telah 'disunting' oleh 'penghuni' Terowongan Lampegan.
(FYI: kisah di atas dibumbui sedikit ilustrasi oleh sayahh.. #halahh )

Terowongan Lampegan yang direnovasi pada tahun 2010.

Konon kabarnya, Terowongan Lampegan adalah terowongan kereta api tertua di Indonesia yang dibangun pada tahun 1879-1882. Lokasinya berada di Cibeber, Kab. Cianjur, Jawa Barat dan dibangun oleh perusahaan kereta api SS (Staats Spoorwegen).

Berikut beberapa versi penamaan terowongan ini:
  1. Nama terowongan berasal dari orang Belanda yang kerap mengatakan 'lamp a gan' yang artinya 'nyalakan lampu' saat melihat kereta memasuki terowongan.
  2. Berasal dari ucapan Van Beckman, 'lamp pegang, lamp pegang' yang berarti 'pegang lampunya,' saat memantau para pekerja yang sedang menggali terowongan.
  3. Berasal dari masinis kereta api yang selalu meneriakkan 'lampe aan, lampe aan' yang artinya, masinis memerintahkan agar para pegawainya menyalakan lampu saat kereta melewati terowongan.
  4. Dalam kamus bahasa sunda, terdapat kata 'Lampegan', yang artinya 'nama sejenis tumbuh-tumbuhan kecil'. (sumber: Irman Musafir Sufi).

Stasiun Lampegan

Sekelompok tukang ojek sudah menanti kami. "Satu, dua, tiga, empat," hitungku dalam hati. "Pas... sesuai dengan jumlah kami".
"Gunung Padang neng.. Gunung Padang neng..," ulang para tukang ojek itu sambil memainkan gas motor. Suara bising pun memeka telinga.

"Nanti ya bang, mo foto-foto dulu di stasiun," ucapku.
Dewi langsung menyikut pergelangan tanganku, "Peh, mereka kabur tuh," ucapnya pelan sambil memandang keempat tukang ojek yang pergi meninggalkan kami.
"Nggak, mereka nggak kabur kok. Mereka nunggu kita di depan stasiun, percaya deh," ucapku menenangkan. Padahal aku sendiri nggak tau mereka kemana, cuma spekulasi doang, hihihi... #sotoy

Tapi benar aja, begitu kami berada di depan stasiun Lampegan, para ojekers tersebut telah duduk manis di atas motor mereka, menanti kami, eaaa... ;))

Di depan Stasiun Lampegan

Stasiun Lampegan dan Terowongan Lampegan letaknya berdampingan

Sekedar informasi, Stasiun Lampegan merupakan stasiun kereta api yang dibangun pada tahun 1882, yang berfungsi sebagai stasiun penjaga Terowongan Lampegan. Menurut Om Wiki, Stasiun ini pernah ditutup pada tahun 2001 (bersamaan dengan longsornya Terowongan Lampegan).

Namun sejak 2010 difungsikan kembali bersamaan dengan dibukanya kembali Terowongan Lampegan. Stasiun Lampegan ini hanya berjarak kurang lebih 8 km dari Situs Megalith Gunung Padang, Cianjur.



bersambung.. Mistisnya Situs Megalith Gunung Padang



Salam


Ifa Abdoel




7 comments:

  1. Artikel yang menarik, menambah wawasan dan bikin penasaran pengen ngerasain jalur itu, asri banget kyanya stasiun itu

    ReplyDelete
    Replies
    1. thx ya...^_^
      emang masih asri bgt stasiunnya, pemandangan disepanjang perjalanan jg bagusss... :D

      Delete
  2. I love kereta api......
    Thanks udah share

    ReplyDelete
  3. Ipeehh, kerennn.... What an amazing trip yaa... Lelah di perjalanan kehapus dgn potogenic nya tempat itu, termasuk terowongan lampegan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaakkkk... trip yg coollll...
      thx for being my partner trip.. ^_^

      Delete
  4. Sebenarnya jarak dari lampegan ke gn.padang bukan 8km tapi 6km

    ReplyDelete