"Just because you can't see it, doesn't mean it isn't there" - Laut bukan tempat sampah!

2/9/11

Penghujung Tahun di Ujung Kulon - part.2

Cerita sebelumnya... Penghujung Tahun Di Ujung Kulon - Part.1


Setelah part.1 yang cukup menuai kontroversi (dikalangan kami... hueekkk... lebay.com ah), akhirnya  "Penghujung Tahun di Ujung Kulon part.2" bisa selesai juga, alhamdulillah... ^_^

P. Panaitan - Day 3 (01-1-2011)

Sekitar pkl. 05.30 WIB aku terbangun, langsung lanjut sholat subuh di mushola. Selanjutnya, aku berjalan-jalan sebentar di pinggir pantai, sekedar menikmati udara pagi.

jalan jalan pagi ketemu biawak

beautiful morning in d beautiful beach

pasir pantai p. peucang lembut banget

kijangnya jinak.

Kelar sarapan pagi, kami berangkat menuju Pulau Panaitan. Perjalanan menuju P. Panaitan penuh dengan gelombang tinggi. Sama seperti pada saat berangkat ke P. Peucang, sering kali kapal kayu yang kami gunakan harus menembus tingginya gelombang.

Saat itu aku cuma bisa berdoa dalam hati, semoga kami semua tidak mengalami 'hal-hal yang buruk'... iklim yang sedang tidak menentu memang menjadi 'momok' tersendiri. Sejak awal kami memang sudah waspada dengan alam yang memang sedang 'tidak bersahabat'.

masih ceria sebelum ombak tinggi menerjang

Untung saja sebagian dari kami (14 orang) menyewa pelampung yang ternyata tidak satu paket dengan biaya perahu. Dan pelampung yang tersedia memang hanya tinggal 14 buah saja. Untuk yang tidak punya alat snorkeling juga dikenakan biaya sewa snorkel + masker ...
(belakangan... pelampung atau life jacket yang kami sewa benar-benar menjadi alat penyelamat hidup kami... hicks...*_*).

Lanjutttt.... Pulau Panaitan terletak di sebelah barat Laut Jawa atau merupakan pulau yang letaknya  paling ujung P. Jawa. Pulau Panaitan dan Pulau Jawa dibatasi oleh sebuah selat yang bernama Selat Panaitan. Secara administratif, pulau ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Pandeglang, Banten.

Setelah menembus gelombang yang tinggi dan bikin eneggg...  tiba juga kami di Pulau Panaitan. Hamparan pasir putih yang bersih dari sampah, membentang di sepanjang garis pantai... Ditambah lagi air laut yang begitu jernih membuat nyaman mata yang memandangnya... uhuuyyy... ^.^
Seperti biasa, setelah perahu ditambatkan, narsis dolo... ^_^

pulau panaitan

gradasi warna biru lautnya jelas terlihat

Usai narsis, aku, Irma, Mba Ninuk, Dian dan Agung mencari spot snorkeling yang bagus. Kami melangkah ke arah kiri dermaga. Tapi apa yang kami temukan? hanya onggokan karang mati dan pasir putih.... :p
Untungnya teman-teman yang lain menemukan spot snorkeling yang lumayan. Letaknya di bagian kanan dermaga dan tidak jauh dari bibir pantai.

Berhubung maskerku 'bocor', aku jadi agak malas untuk snorkeling saat itu. Suddenly, aku punya ide untuk terjun (loncat indah) dari atas dermaga dan meminta Mba Ninuk mengabadikannya. Tapi begitu berada di atas dermaga, aku jiperrr.... hahahaha.... tinggi banget cuy! kaga berani dahhh... ;))

Akhirnya aku memilih untuk terjun dari atas kapal saja... lebih pendek soale... hehehe...
Saat aku dan Mba Ninuk berada di atas kapal, ternyata di situ sudah ada Windi yang juga sedang melakukan loncat indah... hihihihihi... ;))
Jadilah, aku dan Windi ganti-gantian loncat indah dari atas kapal... ^_^

tim loncat indah (foto. ninuk)

Usai loncat indah, aku menuju spot snorkeling dimana teman-teman berada. Bermodalkan masker dan snorkel milik Ika (tengkyu Ika... ^_^), aku menjelajahi bawah laut P. Panaitan.

Begitu kepalaku terbenam di atas permukaan air laut, bermacam-macam hard coal dan ikan-ikan karang langsung menyambitku. Spot snorkeling di tempat ini memang lebih baik dari pada yang kulihat di P. Peucang... Tapi tetep aja coralnya cuman dikitttt... :p

gaya underwater (foto. yani)

Menurut literatur yang aku baca, P. Panaitan memang lebih cocok untuk para penyelam (bukan snorkeling). Pasalnya, di tempat ini ada satu site penyelaman yang terkenal, namanya Batu Pitak, lokasinya dekat Legon Butun. Namun, karena kuatnya arus dan faktor-faktor alam lainnya, menyelam di sekitar Pulau Panaitan tidak direkomendasikan untuk penyelam pemula... :O

Tak hanya itu, garis pantai P. Panaitan yang dihiasi dengan pantai berpasir putih yang luas membentang secara alami, ternyata menciptakan gelombang ombak yang cocok untuk para peselancar.

Usai snorkeling, kami melanjutkan perjalanan ke Cibom (Tanjung Layar). Waktu sudah menunjukkan pkl. 10.30 WIB.

Cibom (Tanjung Layar)

Kembali kami  harus menerjang gelombang tinggi saat berlayar menuju Cibom. Pakaian yang basah ditambah terpaan angin yang kencang, membuatku mualll.... @_@
Kurang lebih satu jam kami terombang-ambing di lautan, sampai juga kami di Cibom.

Agak terkejut saat tiba di tempat itu. Ternyata Cibom tidak memiliki dermaga. Alhasil, kapal tidak bisa merapat ke pantai. "Kita musti berenang ya, karena kano-nya (kapal kecil untuk menyebrang) sedang rusak, " kata Bogel sang ketua TO.
haaahhhh?.... :O

Langsung saja kasak-kusuk terjadi di antara kami. Pasalnya, tidak semua dari kami bisa berenang. Selain itu, pelampung yang tersedia jumlahnya tidak mencukupi (peserta = 20, pelampung = 14).
Saat Mba Ninuk bertanya padaku, "Fa, kamu ikut nyebrang ke Cibom?"
Kujawab, "Nggak tau nih Mbak, kayanya nggak deh, males aja kalo disuruh berenang," jawabku.

Tapi kemudian aku mendengar perkataan dari Mba Erna. "Kalo nggak ke Cibom, namanya belum ke Ujung Kulon. Karena di sinilah letak mercu suar Tanjung Layar dan tempat paling indah di Ujung Kulon," tuturnya.
O.... I c... kemudian, kuputuskan untuk turut serta ke Cibom dan 'bela-belain' berenang. Pasalnya, aku penasaran sekali dengan mercu suarnya...

Persiapan berenang pun kulakukan, fin + masker + snorkel kukenakan. O ya, saat menyebrang ini salah seorang teman (Sari) memintaku untuk menemaninya membawa peralatan elektronik (kamera) yang ditaruh di dry bag miliknya (termasuk digicam milikku).
Wokeh... aku pun menyeberang berdua bersama Sari. Posisi Sari yang mengenakan pelampung berada di depan. Sementara aku di belakang mendorongnya.

Setibanya di Cibom, ada sebuah pendopo kecil yang berisi tentang sejarah Cibom - Tanjung Layar. Tertulis bahwa pada tahun 1808 pemerintah Hindia Belanda sempat ingin menjadikan Cibom sebagai sebuah pelabuhan laut. Namun, karena para pekerjanya banyak yang sakit-sakitan dan akhirnya meninggal, maka banyak yang melarikan diri dari tempat itu, sehingga pembangunannya tidak pernah selesai.

cibom


Setelah berpose sebentar...  kami melanjutkan perjalanan menuju mercu suar Tanjung Layar. O ya, kali ini tidak semua peserta ikut ke Cibom. Ika, Yani, dan Feni memutuskan untuk tinggal di kapal karena mabok laut... Sedangkan Mba Erna karena sudah pernah mengunjungi Cibom.

Jalur tracking menuju Tanjung Layar sangat becek dan berlumpur (apa karena sedang musim hujan kali ye...). Kali ini aku tidak memakai sendal tapi sepatu boot, takut talinya putus euyy... :D

menuju cibom (tj.layar)

Di sepanjang perjalanan, suara burung, serangga, dan deburan ombak terdengar sahut menyahut. Serunya, di tengah perjalanan kami harus menembus batang puun beringin (puun tersebut memiliki lobang yang cukup besar di tengahnya! wedewww....

Katanya sih perjalanan ke Tanjung Layar hanya memakan waktu 15 menit (versi ketua TO), tapi ternyata lebih dari itu... ada kali 45 menit!... :p
Setibanya di lokasi, aku hanya bisa tertegun saat melihat mercu suar Tanjung Layar yang menjulang tinggi di hadapanku. "O... jadi ini yang disebut-sebut Tanjung Layar," batinku.

Dari penjelasan penjaga mercu suar, aku tahu bahwa mercu suar Tanjung Layar memiliki tinggi 40 m. Mercu suar ini memang dibuat menyerupai tower sutet dan tidak berbentuk seperti mercu suar pada umumnya. Di tempat ini juga ada tandon air dan bangunan kantor yang baru direnovasi.

mercusuar tanjung layar

Setelah berpose sejenak di mercu suar, ketua TO meminta kami untuk mengikutinya. Katanya, ada hidden paradise di tempat ini. Penasaran... kami bergegas mengikuti langkahnya. Untuk menuju hidden paradise, kami harus berjalan ekstra hati-hati. Pasalnya, jalanan yang kami lalui menurun dan sempit.

Lagi-lagi... aku hanya bisa terbelalak dan terpaku melihat pemandangan di depanku... sebuah kolam kecil yang diapit oleh tebing tinggi berwarna hitam keabu-abuan, sangat mempesona... Benar-benar hidden paradise.... very awesomeeeee.... ^_^

hidden paradise.

Untuk lebih memuaskan rasa penasaran, aku dan yang lainnya bergerak turun, berjalan melewati kolam dan menapaki batu-batu karang untuk melihat lebih jauh. Subhanallah... lagi-lagi pemandangan yang kulihat very extraordinary... and very beautifulll.... keren bangggeeetttsss...... ^_^
Mendingan liat gambarnya aja dahhh... ^.^

keren ya.. (foto.mila n sari)

O ya, untuk menuju tempat ini Anda harus ekstra hati-hati, karena kami sendiri tidak menggunakan alat pengaman apapun (hanya doa...) dan kalau sampai tergelincir, pulang tinggal nama doang dahhh.. @_@

Puas narsis di hidden paradise, kami bergegas kembali ke pantai. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.30 WIB. Begitu sampai di pantai, air laut sudah semakin tinggi (pasang-red). Khawatir dengan keselamatan peserta yang sebagian besar tidak bisa berenang, aku pun mengusulkan penyebrangan kali ini dilakukan secara beramai-ramai dengan menggunakan metode penyelamatan SAR ala TNI-AL.

Pada saat melakukan penyebrangan kembali ke kapal inilah aku kehilangan sebelah fin-ku karena terlepas dan langsung tenggelammm... hicks! entah mungkin karena terlalu kendur saat memasangnya atau memang sudah waktunya harus hilang kali ye... huhuhuhu... :'((((

Tak hanya itu, digicam milikku pun harus rusak total karena dry bag-nya kemasukan air laut alias kerendemmm... huhuhuhu hicks hicks...! :'((((

Cidaon

Sutralah... show must go on... perjalanan pun dilanjutkan menuju Cidaon. Untuk menuju ke tempat ini hanya butuh waktu berlayar 15 menit. Kami tiba di Cidaon sekitar pkl. 15.00 WIB. Rasa lapar di perut membuatku sedikit lupa dengan kesedihan karena kehilangan fin dan kamera yang kerendem... :'(

Awalnya, pihak panitia meminta kami untuk menunggu beberapa saat lagi karena sayur sop-nya belum matang... gubrakkkk @_@ Tapi kami memaksa untuk makan saat itu juga karena rasa lapar yang sudah tak tertahankan... :'p

Akhirnya, makan siang yang kesorean itupun tersaji, nasi + nugget + ikan asin. Kembali sebagian dari kami tidak kebagian lauk karena lauk yang tersedia memang sedikit sekali, tidak mencukupi jumlah perserta yang sudah amat sangat kelaparan... ckckck... :O
Untung saja neng Irma bawa abon, selamat lagi dah...^_^

Bahkan beberapa orang di antara kami (Febri, Danil & Danang, yang secara diam-diam berangkat duluan ke padang Cidaon untuk memotret burung Merak... :p) harus menahan lapar karena memang hanya tinggal nasi saja yang tersisa (lauknya sudah habis semua). Itupun nasinya tinggal sedikitttt... :p
dan ketika aku melapor pada sang Ketua TO bahwa lauknya kurang, ia malah berkata, "Alhamdulillah... berarti makanannya laku ya," katanya sambil cengengesan, gubrakkk... terrrlllaaluu... @_@ (ternyata sindiranku tidak mempan... ckckck... :O)

Usai makan siang, kami melanjutkan jalan kaki menuju Cidaon. Hanya butuh waktu 5 menit saja untuk tiba di kawasan padang rumput Cidaon. Hhmmm... padang rumput Cidaon sangat luas... di tempat ini aku bisa melihat kawanan banteng yang sedang merumput. Sayangnya kami tidak menjumpai kawanan burung merak di sini. Kata sang Ketua TO, burung merak memiliki telinga yang sangat sensitif, jadi kemungkinan besar burung-burung tersebut sudah mengetahui kedatangan kami sehingga pada kaburrr... :p

cidaon (foto. ninuk)

menara pengintai

Usai narsis di Cidaon kami kembali ke kapal dan menuju penginapan (P. Peucang). Setibanya di P. Peucang, aku memutuskan untuk mandi sementara yang lainnya snorkeling di pinggir pantai P. Peucang. Katanya sih, kali ini mereka mendapatkan spot snorkeling yang benar-benar bagus... coral dan ikannya banyakkkk...

Aku sendiri tidak bernafsu lagi untuk snorkeling (mengingat fin yang ilang plus masker yang bocor... :p). Selesai mandi, aku ngobrol ngalor-ngidul dengan Mamat (aka. Rachmad). Saat inilah terbersit di benakku untuk meminta Mamat menemaniku mencari informasi seputar Ujung Kulon di pusat informasi yang bangunannya berada di depan penginapan kami.

bangunan pusat informasi TNUK di p.peucang

Di tempat itu, kami bertemu dengan penjaga yang sekaligus merupakan polisi hutan (ranger) bernama Pak Eep. Dari perbincangan kami, aku tahu bahwa Pak Eep merupakan warga asli Sumur. Dari mulutnya pula aku tahu bagaimana cara mencapai Ujung Kulon tanpa melalui jasa TO.

So, buat temen2 yang pengen ke Ujung Kulon ala bekpeker, bisa membeli buku travel Journey To Amazing Sites , Pengarang: Ifa Abdoel, Penerbit: Elex Media Komputindo -  Gramedia group. Di buku tersebut diulas lengkap, sarana transportasi, tip backpacking, hingga akomodasi di Ujung Kulon. Tak hanya itu, buku tersebut juga memuat perjalanan wisata ke tempat-tempat eksotik lainnya di Indonesia ala bekpeker.

numpang narsis

Usai ngobrol ngalor-ngidul dengan Pak Eep, aku dan Mamat kembali ke penginapan, ternyata teman-teman yang lain pun telah selesai snorkeling.
Malam harinya, sambil menunggu makan malam (yang lagi2 telattttttttt....:p) kegiatan diisi dengan kursus singkat tari salsa yang dipandu oleh Windi... ^_^.

Setelah makan malam, sebagian dari kami memilih untuk ke dermaga dan mancing ikan. Sebagian lagi bertahan di penginapan (termasuk aku). Pada saat inilah terjadi pendudukan paksa kamar. Karena kamar bevak yang aku tempati kurang terang dan ada yang ingin membaca buku, maka kamar bevak di sebelah, kami duduki tanpa perlawanan, yaealahh... wong penghuninya lagi di dermaga semua... hehehe... Jadilah, malam itu kami tukeran kamar... ^_^

P. Peucang - Sumur - Jakarta, Day 4 (02-01-2011)

Hari keempat pun tiba, waktunya kami untuk meninggalkan Ujung Kulon. Dengan menggunakan perahu dan bus yang sama, kami kembali ke Jakarta.


tim ujung kulon. nice to know you guys..

Sayonara Ujung Kulon... someday... I'll be back... but this time... with another great journey.. ;)                                                                                                                                                   
"Jatuh itu biasa, tapi janganlah lama berbaring di situ. Bangkitlah dan rapatkan rahangmu dengan kuat." (Mario Teguh).


Salam, 
Ifa Abdoel

5 comments:

  1. jd pengin kesana lagi. tp next time mesti pas cuaca cerah. ga kebayang wkt itu kalau langitnya biru, pasti bikin berdebar-debar... *d

    ReplyDelete
  2. Ifaa..... nice writingg....
    Secara gue nggak pinter menulis, dan gue "kelewatan" Tanjung Layar karena mabuk laut dan masuk angin (akumulasi dari segala macem kali yak) blog elu melukiskan semuanya dengan detail. Beneran dah.. kudu diulang niy trip.. Kalo elu mau ngulang juga, barengan ya Fa... (Ika)

    ReplyDelete
  3. @ d : yup... klo langitnya biru pasti lebih keren lg... ^.^

    @ Ika : iya nih... kpn2 kita kudu ngulang pergi ke sana lg. hayuuu... kita barengan lg... ^.^

    ReplyDelete
  4. Wah...ceritanya sangat berkesan...saya jd bernostalgia deh...
    saya pernah ke sana (tracking selama 3 hari 2 malam) agar sampai ke pulau Peucang dari Sumur. Saya dan beberapa rekan membawa 60 anak jalanan usia 7-12 thn....itu adalah pengalaman yang menantang dan berkesan sampai sekarang.
    Saya jd ingat, memang di daerah tj. layar ada pemandangan yang sangat indah...sayang waktu itu saya tdk ada dokumentasinya...(thx buat fotonya)...dan menurut saya pengalaman yang paling menantang adalah saat kami mengadakan perjalanan menyusuri pantai saat malam hari (hujan, ombak pasang) wah...itu tak terlupakan banget....btw thx buat ceritanya yah...^o^

    ReplyDelete