"Just because you can't see it, doesn't mean it isn't there" - Laut bukan tempat sampah!

3/24/10

Pesona Ujung Genteng

Hmm… berkali-kali kalender di meja kantor gue perhatiin. Tanggal 26 Februari 2010 (jumat) warnanya merah! Wah, kesempatan buat jalan-jalan nih, secara…long weekend bow. Gue pengen banget ke pantai, tapi gue ragu… karena ujan lagi narsis-narsisnya mengguyur seantero nusantara (ceile…). Bingunglah gue… eh, tiba-tiba Mila nge-YM gue, dia ngajakin ke Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat, bareng2 ma komunitas Couch Surfing (CS).

Kebetulan cuy… secara gue belom pernah ke Ujung Genteng (UG). Tapi, walopun belom pernah, gue sering banget baca postingan orang-orang yang kesana. Sepertinya sih tempatnya asik, terutama menu utamanya, ngeliat penyu bertelur…! Wah… musti ikut nih, apalagi backpackeran… pasti murmer (murah meriah) dunk… So… berangkatttt!!

Menurut itinerary, waktu meeting point adalah pukul 07.00 WIB di terminal bus antar kota. Berhubung ada yang ngaret, akhirnya kita baru kumpul semua sekitar jam 07.30 WIB. Ada 13 orang yang ikut trip, cewek 7 orang (gue, Mila, Pipit, Widy, Melita, Ivy, Oliv) and cowok 6 orang (Adi (pak ketu), Marja, Yudi, Unggul, Hery) dan Danang (aseli warga Semarang).

Dari terminal kami berangkat menggunakan bis ekonomi. Berhubung bisnya non AC ditambah lagi dengan kondisi jalanan yang macet, jadilah itu bis penuh sesak dengan penumpang yang keringetan, tukang jualan dan tukang ngamen berbagai versi (ada yang pake karaoke, gitar, kecrekan) ngamen di kupingnya mila :D. Mila duduk di pinggir sih :D.

Sekitar pukul 12.00 WIB kami tiba di Sukabumi dalam keadaan perut yang keroncongannn… Kami memilih makan di Resto Padang karena tersedianya toilet, jd bisa cuci muka n beserrrr… hihihi... Nah, untuk biaya makan berbeda-beda, tergantung yang dimakan.

Sekitar pukul 13.30 WIB, perjalanan kami lanjutkan dengan menggunakan angkot elf  jurusan Cikangkung karena kami mau stay di rumah granny-nya Adi. Perkiraan waktu 4 jam sampe di Cikangkung! weeekkksss… pegel2 dah tu bokong n punggung :p.

Perjalanan kami ke Cikangkung ditemani dengan derasnya hujan… Sempet khawatir juga sih, takutnya pas sampe UG ujan mulu, bisa2 ga jadi mantai nehhh… Tapi Alhamdulillah, setelah dua jam perjalanan hujan berganti rintik2. Ketika elf yang kami tumpangi melewati perkebunan karet tiba2 terdengar bunyi ‘dusss…’ ban mobil kempesssss… jiiiaaahhh… Sambil menunggu pak supir mengganti ban mobil, narsis dulu ahhh… putu2 dengan gaya acak kadul… (teuteup) hehehe…

Perkiraan bakal tiba di UG sekitar pukul 18.00 WIB sirna setelah gue ngeliat jam di tangan menunjukkan pukul 18.30 WIB. Selidik punya selidik, keterlambatan angkot dikarenakan adanya penumpang langganan pak supir yang minta dianterin ke tempat yang letaknya bukan di jalur yang seharusnya. Jadi kami dibawa keliling, hicks...

Tiba-tiba pak supir yang bernama Pak Acong ini menawarkan kami untuk tinggal di rumahnya yang memang berlokasi di UG, dekat dengan pantai Rawabuaya. Setelah berunding, akhirnya kami memutuskan untuk menerima tawaran Pak Acong.

Setengah jam kemudian kami tiba di rumah Pak Acong. Di rumahnya kami numpang mandi & sholat. Di rumahnya pula Pak Acong kembali menawarkan jasanya pada kami untuk mengantar kami menggunakan angkotnya (elf) ke tempat2 yang hendak kami tuju. Entah karena pasrah atau ga ada pilihan lain, kami setuju dengan tawaran itu.

Setelah mandi, gue dapet tugas nemenin Mila beli ikan laut. Malam itu kami ingin bakar ikan alias BBQ di pinggir pantai. Gue & Mila ke tempat penjual ikan by ojek (tukang ojeknya keneknya Pak Acong juga :p). Kami beli ikan di rumah salah seorang nelayan & di pasar ikan. Hasilnya, satu ekor ikan gelang kambing (3 kg) dan dua ekor ikan kacang-kacang (3,6 kg) hihihi… nama ikan2nya ko lucu yak…^^.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, ikan baru terbeli. Perut yang keroncongan sudah tidak bisa lagi diajak kompromi. Akhirnya kami memutuskan untuk memakai jasa seorang pemilik warung makan untuk memasak ikan2 yang kami beli.

Ikan kacang-kacang digoreng dengan bumbu saus tiram, sementara Ikan gelang kambing dibakar. Sambil menunggu ikan matang, kami mendirikan tenda di pinggir pantai Rawabuaya karena malam itu kami memang ingin menginap di pinggir pantai. Awalnya, kami ingin menginap di pantai Panarikan tapi kami mengurungkan niat itu.

Setelah makan malam, saatnya merebahkan tubuh. Sleeping bag pun kami gelar di hamparan pasir putih. Malam itu bulan terlihat bulat dan langit berawan, kami tidur ditemani alunan deburan ombak dan suara jangkrik. Sesekali terdengar suara lolongan anjing liar dan deru sepeda motor memecah keheningan malam, ceileee… Sekitar jam 4.30 pagi gue terbangun dan melihat awan yang semalam sempat menggelayuti langit sirna, berganti dengan langit yang penuh dengan bintang2, so beautiful...

Usai shalat subuh, kami dikejutkan dengan rintik-rintik hujan. Tanpa dikomando, yang masih tidur langsung bangun semua dan bergegas membereskan sleeping bag, tenda dan barang-barang lainnya. Kami berteduh di warung makan Pak Hayun sekalian sarapan nasi goreng plus sisa ikan bakar semalam. Ga bisa ngeliat sunrise dehhhh…

Untung hujannya cepat reda. Sambil menunggu Pak Acong tiba, gue, Mila, Pipit, Danang, Widy, Melita & Heri, menikmati pantai Rawabuaya dengan bernarsis ria (putu2 cuyyy…:D), nggak peduli kalo pakaian kami sudah basah kuyup diterjang ombak yang ketinggiannya mencapai 1 m… (teuteup eksis bow ^^)

Sekitar Pkl 08.00 WIB, Pak Acong baru tiba, ngaret 1 jam! Bergegas kami masuk ke dalam elf dan langsung cabut menuju Pantai Panarikan. Setelah 20 menit berjalan kaki menyusuri padang ilalang, pohon2 perdu, bakau dan tanaman pantai lainnya, kami tiba di Panarikan. Pantai ini memiliki hamparan pasir putih yang alami dan luas membentang… deburan ombaknya tinggi dan menghempas keras (cocok untuk penggila surfing). Tanpa di aba2, narsis pun dimulai (putu2 again ^^).

O ya, Pantai Panarikan juga merupakan muara dari Danau Lestari yang letaknya bersebelahan dengan Panarikan.
Puas putu2, kami segera meninggalkan Panarikan untuk menyambangi Curug Cikaso. Setelah 10 menit berkendara, tiba2 Pak Acong memarkirkan mobil disebuah bengkel untuk menambal ban mobil yang bocor kemaren :p. Udah datengnya ngaret, waktu kami terbuang lebih dari 30 menit untuk nungguin ban yang ditambal (bête bête bête ahhh…). Untuk mengisi waktu, putu2 againnnn…

Sekitar pukul 11.30 WIB, kami sampai di Curug Cikaso. Untuk menuju curug (air terjun), kami harus menggunakan perahu kayu yang kami sebut perahu vietkong (sumpehh… mirip banget ma perahunya orang2 vietkong).

 
Curug Cikaso terdiri dari 3 air terjun. Dua curug besar dan satu curug kecil. Karena bulan ini masih masuk musim hujan, air Curug Cikaso sangat deras. Kecuali Marja & Oliv, kami semua nyemplung ke air yang kedalamannya antara 2 – 20 m. Tetapi, karena arus atas dan arus bawah air terjun begitu kencang, gue terpaksa menyerah berenang ke arah air terjun :p


O ya… ada insiden kecil terjadi di curug ini. Salah seorang dari kami hampir tenggelam karena tidak bisa berenang (sory ya cuy… gue ga nyebut nama lho… piss :D). Untunglah di sana ada live guard yang emang dari tadi udah ngetemin kami hihihi… (udah punya feeling kali ya tu orang).

Puas berenang & putu2, kami beranjak meninggalkan curug untuk makan siang di daerah Surade, saat itu waktu menunjukkan pukul 13.30 WIB. Biaya makan berbeda-beda tergantung apa yang dimakan.

Perjalanan berikutnya ke Goa Gunung Sungging. Goa yang terletak di sebuah desa di kaki Gunung Sungging ini kami tempuh dengan berjalan kaki sekitar 10 menit dengan menyusuri pematang sawah. Untuk menjelajah keindahan goa, kami ditemani oleh seorang juru kunci (kuncen) bernama Pak Nadmudin.

Menurut keterangan Pak Kuncen, goa tersebut memiliki cerita legenda. Katanya, goa tersebut merupakan tempat persembunyian Prabu Siliwangi dari kejaran anaknya (Pangerang Kian Santang) yang terus meminta agar ayahnya memeluk ajaran islam. Kabarnya, goa tersebut tembus hingga ke Cirebon, Banten dan Penjalu (Tasikmalaya). Namun hingga kini hal tersebut tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

Masih menurut Pak Kuncen, luas lokasi goa mencapai 6 hektar dan goa tersebut dibuka untuk umum sejak tahun 1982. Untuk menuju ke dalam goa, kami harus melewati sebuah pintu masuk yang kecil dan sempit. Ketinggian di dalam goa pun tidak rata, terkadang kami harus jalan merunduk. Jalanan di dalam goa licin dan becek, makanya sempat terdengar suara berdebam…buuuggg… (Adi kepleset huehuehue… piss man…:D).



Stalagtit di goa tidak mengeluarkan air, begitu pula dengan stalagmitnya. Namun demikian, batu2 di goa sangat lembab. Penghuni di dalam goa bukan hanya kelelawar tapi juga jin! Ya iyalah... goa yang penuh aura mistis ini juga menjadi tempat pesugihan, makanya terasa banget balutan mistik di goa ini. Contohnya aja adanya bau bunga-bungaan yang selalu mengikuti kami dan adanya tempat kemenyan di salah satu sudut goa.

Nggak hanya itu, di atas goa terdapat stalagtit berbentuk buaya yang katanya Pak Kuncen itu jelmaan buaya putih kendaraannya Prabu Siliwangi, ada juga stalagmit berbentuk pantat gajah (katanya juga jelmaan kendaraannya Prabu Siliwangi), trus ada Tiang Ukir (katanya kalo memeluk Tiang Ukir maka tenaga Anda akan bertambah kuat), halahhhh... :p



Dan yang bikin gue deg-degan adalah ketika Pak Kuncen mendapat bisikan ghaib bahwa tiga orang diantara kami (gue, Pipit & Widy) harus merasakan misteri Batu Putar. Menurut Pak Kuncen, semua permohonan orang2 yang terpilih untuk melewati batu putar akan terkabul! Jiahhhh… bukannya kalo memohon itu cuma sama Tuhan yak???

"It's magic," kata Widy saat kami bertiga (gue, Pipit & Widy) berhasil melewati dua celah sempit Batu Putar (secara logika, sangat tidak mungkin buat kami melewati celah sempit itu karena memang celahnya sangat sempit). Tapi jujur, ketika melewati Batu Putar, gue merasa de ja vu... :p
Usai menjajal Batu Putar, kami merasa harus menghentikan perjalanan menyusuri goa karena perasaan yang semakin tidak nyaman dan tidak pengen musyrik!

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB saat kami meninggalkan Goa Gunung Sungging. Sore itu seharusnya kami musti sampai di lokasi konservasi penyu pada pukul 17.00 WIB untuk melihat pelepasan tukik, tapi ga keburu… :p Kami tiba di Pantai Ujung Genteng sekitar pukul 18.00 WIB. Akhirnya, kami menghabiskan sore itu dengan duduk2 di pinggir pantai sambil menikmati sunset… very awesome view ^^.


Puas putu2 kami mencari warung makan. Biaya makan malam, tergantung apa yang dimakan. Setelah itu kami kembali ke rumah Pak Acong untuk mandi, sholat dan istirahat sejenak. Malam itu kami memutuskan untuk nginep di rumah Pak Acong dan pada tengah malamnya kami berencana pergi ke Pantai Pengumbahan untuk melihat penyu bertelur. Tetapi karena rasa lelah setelah seharian jalan-jalan ditambah kantuk yang mendera, cuma gue & Pipit aja yang akhirnya pergi ke Pantai Pangumbahan, lokasi Konservasi Penyu Hijau.

Kami berdua berangkat dari rumah Pak Acong dengan ojek motor. Sebenarnya malam itu kemungkinan besar kami bakalan gagal melihat penyu bertelur. Pasalnya, bulan Februari bukan musimnya penyu untuk bertelur. Tapi tak apa, seandainya tidak melihat penyu bertelurpun gue & Pipit sudah merasa puas.

Kami tiba di kawasan konservasi sekitar pukul 23.30 WIB. Di tempat itu ramai berkumpul wisatawan lokal, mungkin sekitar 80-100 orang. Sekitar pukul 01.00 WIB, seorang penjaga memberikan komando agar kami mengikutinya masuk ke kawasan pantai karena ada seekor penyu yang sedang membuat lubang untuk bertelur. Alhamdulillah… muka gue & Pipit langsung cerah, akhirnya kami bisa melihat penyu bertelur, yipiii… Setibanya di bibir pantai, kami kembali diminta untuk duduk menunggu aba-aba dari penjaga yang lain (yang sedang menunggu si penyu membuat lubang di dekat semak-semak). Kebetulan malam itu bulan purnama. Sinarnya yang terang menyinari sepanjang Pantai Pangumbahan, awesome

Setelah 15 menit menunggu, gue melihat aba-aba berupa sinar dari lampu senter berkedip2 yang menandakan bahwa wisatawan boleh mendekat karena penyunya sudah bertelur. Untung saja, Pak Penjaga mengenali gue & Pipit (dia mengenali kami karena siang tadi kami mampir ke kawasan konservasi sebelum menuju Pantai Panarikan). Makanya gue dapat kesempatan pertama (paling depan), ngambil putu si penyu yang sedang bertelur tanpa perlu antri hihihi... tengkyu Pak Penjaga ^^. Sayang, kamera Pipit batrenya abis, akhirnya cuma kamera guelah yang bisa mengabadikan sang penyu ;).



Menurut Pak Penjaga (sory gue lupa namanya siapa :D), sekali bertelur, seekor penyu bisa menghasilkan 120-130 butir telur dan mereka membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk proses bertelur (mulai dari naik ke daratan, mencari lokasi, membuat lubang, bertelur, menutup lubang, sampai kembali lagi ke laut).

Buat temen2 yang pengen ke Ujung Genteng ala bekpeker, bisa membeli buku travel Journey To Amazing Sites , Pengarang: Ifa Abdoel, Penerbit: Elex Media Komputindo -  Gramedia group. Di buku tersebut diulas lengkap, sarana transportasi, tip backpacking, hingga akomodasi murmer di Ujung Genteng. Tak hanya itu, buku tersebut juga memuat perjalanan wisata ke tempat-tempat eksotik lainnya di Indonesia ala bekpeker.

Tadinya gue & Pipit mau menunggu sampai si Penyu kembali ke laut. Tetapi, begitu terlihat ada badai di tengah2 laut, ombak yang mulai membesar, angin yang semakin kencang dan gumpalan awan hitam mulai menutupi bulan, gue & Pipit memutuskan untuk segera meninggalkan kawasan konservasi, kami khawatir kehujanan sebelum tiba di rumah Pak Acong. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 02.40 WIB. Benar saja, begitu menginjakkan kaki di rumah Pak Acong, hujan turun dengan derasnya. Alhamdulillah… kami tidak kehujanan di jalan.

Usai sholat subuh saatnya berkemas2. Kami kembali mencarter elf Pak Acong dengan tujuan langsung ke Sukabumi. Setelah dua jam perjalanan tiba2 ban mobil Pak Acong kempes lagi, jiahhhh… cape deee…

Sekitar pukul 11.30 WIB kami tiba di Sukabumi. Perut yang dari tadi keroncongan langsung diisi bakso dan es campur. Biaya yang dikeluarkan untuk makan siang (sekaligus sarapan) ini, tergantung apa yang dipesan. Setelah menumpang sholat disebuah mesjid di dekat terminal, kami meninggalkan Sukabumi dengan bus ekonomi jurusan Kampung Rambutan.

Setelah terjebak di dalam bus yang penuh sesak selama kurang lebih 5 jam, akhirnya kami tiba di kampung rambutan sekitar pukul 17.30 WIB. Welcome back…

Perjalanan gue kali ini benar2 menyenangkan. Selain dapet temen2 baru, gue juga mengalami kejadian2 seru dan menikmati pemandangan2 yang indah… mudah2n next trip akan sama menyenangkannya dengan yang ini. Tengkyu folks… CS’er jangan kapok ngajak gue yakkk :D

*Sory gaya bahasanya acak kadul… secara yang baca juga gayanya acak kadul semua huehuehue…:D

Salam,
Ifa Abdoel

No comments:

Post a Comment